NEWSROOM.ID, Jakarta – Provinsi Bangka Belitung menjadi pilihan perusahaan mutlinasional PT Thorcon Power Indonesia yang dipimpin oleh Bob S. Effendi menjadi calon tempat dibangunnya pembangkit listrik tenaga thorium (PLTT).
Pemilihan Bangka Belitung sebagai tempat pembangunan dan pengembangan PLTT bukan tanpa alasan, salah satu alasan utamanya karena Bangka Belitung ada harta karun berupa thorium yang berlimpah.
“Di Bangka terdapat harta karun, karena di timah itu terdapat sebuah susunan logam yang disebut logam tanah jarang, ada 13 elemen. Harganya beberapa ada yang lebih mahal dari emas, hitungannya bukan kilo tapi gram,”kata Bob S. Effendi mengutip dari video talkshow di youtube channel Newsroom dengan judul “Part 4:Kenapa Bangka karena Punya Sources Thorium yang Cukup | Talkshow with Pak Bob”.
Thorium adalah mineral ikutan timah, ketika timah dismelting atau diproses ada 3 limbah yang keluar yaitu pertama zirkon yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan tahan api, kedua ilmenite yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku titanium. Titanium jika dijadikan logam harga jualnya sangat mahal karena sangat keras. Ilmenite juga bisa diproses menjadi titanium dioxcide yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku cat dengan spesifikasi weather shield atau tahan segala cuaca. Ketiga adalah monasit yang sangat radioaktif yaitu uranium dan thorium, thorium dalam hal ini bisa dimanfaatkan sebagai energi.
“Pilihannya ada dua, thorium itu mau kita kembalikan ke tanah atau kita jadikan energi. Pilihan rasionalnya dijadikan energi, di Bangka ini berlimpah (thorium). Para pakar mengestimasi cukup untuk ribuan tahun,” jelas Bob.
Alasan lain dipilihnya Bangka Belitung sebagai tempat pembangunan dan pengembangan PLTT adalah dukungan pemerintah daerah. PT Thorcon Power Indonesia berkirim surat kepada tiga kepala daerah dan yang pertama merespon adalah Bangka Belitung. Selanjutnya diadakan rapat bersama pemerintah daerah Bangka Belitung pada tahun 2020, dan menghasilkan sebuah kesepakatan untuk membangun dan mengembangkan PLTT tersebut di Bangka Belitung.
“Kami berkirim surat ke tiga kepala daerah dan yang pertama merespon Gubernur Bangka Belitung. Ketika saya datang tahun 2020 saya agak kaget, saya menjelaskan baru 30 menit Pak Gubernur mengatakan ini bagus saya setuju. Besok kita MoU,” kata Bob.
Cost produksi PLTT lebih rendah dari batu bara, capital cost batu bara membutuhkan sekitar 1.500 dolar per kWh. Dari sisi cost operational kurang lebih sekitar 4-5 sen, sedangkan PLTT capital costnya kurang lebih 1.000 dolar per kWh dan cost operational kurang lebih 3 sen. Sehingga harga jual listik ke PLN ada di angka 6 sen. Biaya pokok produksi listrik di Bangka Belitung sekitar 12 sen dan TDL (tarif dasar listrik) 10 sen. Hal ini berhubungan dengan biaya listrik yang harus dibayarkan masyarakat lebih murah karena biaya produksi dibawah TDL (tarif dasar listrik).
“Tentunya kalau biaya produksi sudah dibawah TDL (tarif dasar listrik), maka tidak alasan untuk pemerintah provinsi Bangka Belitung bisa mengajukan permohonan kepada ESDM untuk menurunkan tarif listrik. Karena pemerintah gak dirugikan, tentunya ini bukan kewenangan Thorcon, tapi tidak ada alasan pemerintah tidak mengabulkan permintaan pemerintah provinsi bila mana dimohonkan” jelas Bob.
Ada perencanaan akan dibangunnya jembatan yang menghubungkan Sumatera Selatan dengan pulau Bangka, jika hal ini berhasil dilakukan maka Bangka akan menjadi kawasan industri. Dengan akses transportasi darat yang lebih mudah dan terjangkau, perusahaan atau pengusaha di Sumatera memilih Bangka sebagai lokasi pabrik industri mereka karena cost perusahaan untuk energi lebih murah.
“Bayangkan kalau TDL (tarif dasar listrik) diturunkan satu sen aja, jadi TDL disini lebih mudah dari Sumatera Selatan lalu jembatan terhubung. Saya jamin seluruh industri (yang ada di Sumatera Selatan) akan pindah kesini (Bangka), dengan biaya produksi yang lebih murah bisa sampai 30% dibandingkan dengan Sumatera Selatan,” jelas Bob. (BYU)