Bagaimana Sekarang Untuk Merek Kecantikan Tercinta?

- Redaksi

Minggu, 11 Februari 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Di dunia ritel yang penuh gejolak, hanya sedikit cerita yang membangkitkan perpaduan nostalgia, rasa hormat, dan kepedulian seperti yang dialami The Body Shop, pelopor kecantikan etis. Didirikan pada tahun 1976 oleh Anita Roddick di Brighton, Inggris, The Body Shop mengukir ceruknya sendiri dengan etos revolusioner yang menantang status quo industri kosmetik. Laporan terbaru menunjukkan bahwa merek tersebut, yang sekarang dimiliki oleh Aurelius Group (yang juga memiliki Footasylum) mungkin berada di ambang administrasi pada hari Senin yang berdampak pada operasi di Inggris. Hal ini mencerminkan perjalanan merek selama hampir 50 tahun yang telah memberikan dampak besar di sektor kecantikan namun terus menghadapi tantangan signifikan di pasar yang berkembang pesat.

Pada akhir tahun 70an, The Body Shop muncul sangat kontras dengan norma-norma kecantikan yang berlaku, memperkenalkan produk-produk terobosan yang tidak hanya alami namun juga bersumber secara etis. Landasannya adalah tindakan pemberontakan terhadap pengujian pada hewan, yang merupakan praktik standar di kalangan perusahaan kosmetik pada saat itu. Pendirinya, mendiang Dame Anita Roddick dan suaminya Gordon didorong oleh visi yang disruptif dan langsung serta sangat berkomitmen terhadap tujuan sosial dan lingkungan. Visi ini menjadikan The Body Shop identik dengan produk yang dapat dipercaya oleh pelanggan karena bebas dari kekejaman dan ramah lingkungan.

Pendekatan Roddick revolusioner. Ia adalah pionir dalam menggunakan perusahaannya sebagai platform untuk mengadvokasi isu-isu sosial, mulai dari harga diri hingga hak asasi manusia dan pelestarian lingkungan. Ini bukan hanya pemasaran; ini adalah sistem kepercayaan yang dipegang teguh yang meresap ke dalam setiap aspek perusahaan. The Body Shop adalah salah satu perusahaan pertama yang mempromosikan perdagangan yang adil dengan negara-negara berkembang, memastikan bahwa pekerja dan masyarakat mendapatkan manfaat langsung dari sumber daya dan tenaga kerja mereka.

Upaya awal perusahaan di bidang keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan sudah jauh lebih maju dari zamannya. Pada saat istilah “keberlanjutan” dan “sumber yang etis” belum menjadi kata kunci seperti saat ini, The Body Shop mendidik konsumen tentang pentingnya mengetahui di mana dan bagaimana produk dibuat. Hal ini tidak hanya membedakan merek di pasar tetapi juga menetapkan standar yang ingin dipenuhi oleh banyak perusahaan saat ini.

Narasinya mengalami perubahan signifikan pada tahun 2006 ketika Roddick menjual The Body Shop ke L'Oréal, sebuah langkah yang memicu perdebatan di kalangan pelanggan setia dan kritikus. Penjualan tersebut dipandang oleh beberapa orang sebagai pengkhianatan terhadap nilai-nilai inti merek, mengingat sejarah pengujian L'Oréal pada hewan. Namun, akuisisi ini juga memberikan The Body Shop sumber daya untuk memperluas jangkauan dan pengaruhnya. Di bawah kepemilikan baru, merek ini terus berinovasi dan mendorong perubahan di seluruh industri, meskipun dengan tingkat keberhasilan yang berbeda-beda.

Pada tahun-tahun setelah penjualan, The Body Shop menghadapi pasar yang semakin kompetitif. Maraknya media sosial dan meledaknya merek kecantikan indie telah membawa tantangan baru, termasuk kebutuhan untuk terus berinteraksi dengan basis konsumen muda yang sadar akan tren. Merek-merek ini, yang umumnya lahir di platform seperti Instagram, gesit, cepat merespons tren, dan sangat selaras dengan etos transparansi dan keaslian yang dirintis The Body Shop. Terlepas dari tantangan-tantangan ini, pengecer terus berinovasi, meluncurkan produk-produk yang mematuhi nilai-nilai inti dari sumber daya yang beretika dan kepedulian terhadap lingkungan.

Namun, besarnya persaingan dan kecepatan perkembangan industri kecantikan mulai melampaui kemampuan merek untuk mendominasi perbincangan seperti dulu.

Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan besar dalam perilaku konsumen semakin memperumit posisi The Body Shop di pasar. Konsumen saat ini tidak hanya mendapat informasi tetapi juga menuntut agar merek benar-benar berkomitmen terhadap keberlanjutan dan praktik etis. Munculnya platform digital telah memberi konsumen kekuatan untuk meneliti dan bertanya, sehingga menyulitkan merek untuk menavigasi lanskap tanpa inovasi dan adaptasi berkelanjutan. Meskipun The Body Shop mempertahankan basis pelanggan setianya, menarik pelanggan baru memerlukan keseimbangan antara warisan budaya dan inovasi.

Pada periode ini juga terjadi peningkatan fokus pada tanggung jawab sosial perusahaan di seluruh industri, dengan banyak perusahaan yang mengadopsi praktik-praktik yang telah lama diperjuangkan The Body Shop. Normalisasi praktik etika secara bertahap, sementara perubahan positif terjadi secara global, melemahkan proposisi penjualan unik yang pernah dimiliki The Body Shop. Karya pionir merek ini di bidang keberlanjutan dan etika tidak lagi menjadi pembeda karena nilai-nilai tersebut telah menjadi arus utama.

Langkah terbaru dalam administrasi ini tidak hanya menandai momen penting bagi The Body Shop namun juga momen reflektif bagi industri secara keseluruhan. Hal ini menggarisbawahi kenyataan pahit dari lanskap ritel yang terus berubah dan perlunya merek paling terkenal sekalipun untuk beradaptasi atau berisiko menjadi ketinggalan jaman.

Ini bisa menjadi momen penting untuk transformasi karena warisan merek dan komitmen terhadap praktik etis masih memiliki nilai yang luar biasa. Peluangnya terletak pada memikirkan kembali bagaimana prinsip-prinsip inti ini dapat dikomunikasikan dan diterapkan dengan cara yang sesuai dengan konsumen modern dan cukup menarik untuk diubah menjadi penjualan.

Hal ini mungkin melibatkan pemanfaatan teknologi lebih lanjut, memikirkan kembali strategi ritel, atau inovasi yang lebih besar dalam lini produk untuk lebih memenuhi kebutuhan dan nilai konsumen saat ini.

Natasha Hatherall, pendiri dan CEO perusahaan komunikasi spesialis kecantikan TishTash merasa bahwa merek tersebut telah kehilangan arah:

“Saya pikir sejak dibeli oleh L'Oreal pada tahun 2006, The Body Shop telah berjuang untuk mempertahankan etika dan kredibilitasnya yang bebas dari kekejaman. Meskipun banyak kampanye berfokus pada hal ini, mereka kesulitan mencapai kesuksesan bahkan ketika melakukan diversifikasi ke dalam kategori seperti riasan. Merek ini menemukan audiensnya di kalangan Milenial pada tahun 80an dan 90an dan telah menghabiskan dekade terakhir mencoba meniru kesuksesan ini dengan audiens muda yang modern. Saya berpendapat bahwa dalam mengejar konsumen yang lebih muda, mereka gagal menua dengan anggun dibandingkan dengan pelanggan setia milenial mereka.”

Namun Hatherall setuju bahwa ini bisa menjadi momen penting bagi merek tersebut: “The Body Shop memiliki peluang untuk memenuhi hasrat masa kini akan nostalgia, mengingatkan konsumen akan masa lalu yang indah, dan apa yang membuat The Body Shop begitu dicintai.”

Meskipun para ahli seperti Hatherall yakin bahwa merek ini masih jauh dari selesai, merek ini berada di ambang babak baru, babak baru yang memerlukan inovasi, ketangkasan, dan, yang paling penting, kembalinya semangat disruptif agar bisa bertahan.

Pendekatan Roddick terhadap bisnis dicirikan oleh upaya tanpa henti untuk mencapai apa yang ia yakini benar, dipadukan dengan pemahaman cerdas tentang dinamika pasar. Kombinasi energi baru dan kebangkitan nilai-nilai masa jayanya dapat menjadikan The Body Shop merebut kembali posisinya sebagai pemimpin dalam kecantikan etis. Hal ini memerlukan pemahaman mendalam tentang apa yang dicari konsumen saat ini, mulai dari kemasan ramah lingkungan dan bahan-bahan ramah lingkungan hingga aktivisme sejati dan keterlibatan masyarakat. Sejarah merek ini sebagai pionir di bidang ini merupakan kekuatan yang harus dibangun dan dipimpin oleh teladan.

Merek seperti Body Shop mempunyai kemampuan untuk berkembang seiring dengan semakin relevannya tanggung jawab bisnis untuk berbuat baik. Hal ini memberikan kompas sekaligus tantangan: membayangkan masa depan di mana The Body Shop tidak hanya bertahan namun juga berkembang, didorong oleh prinsip-prinsip pelopor keberlanjutan, etika, dan komunitas.

NewsRoom.id

Berita Terkait

Kedutaan Besar AS di Irlandia Menghadapi Protes Solidaritas Palestina – NewsRoom.id
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia | Pusat Pengembangan Penerjemah Sosialisasikan Jabatan Fungsional Penerjemah
Donald Trump: Kami Membuat Sejarah
Jaksa Agung Diminta Jelaskan Kasus Tom Lembong
Bahlil irit bicara soal isu Jokowi bergabung dengan Golkar
Jill Stein: Harris Harus Menyalahkan Dirinya Sendiri Karena Kehilangan Suara Muslim di Michigan | Berita
Ucapkan Selamat kepada Trump, Xi Jinping Serukan Kerja Sama AS-Tiongkok yang Damai dan Berkelanjutan
Trump Menjanjikan Lebih Banyak Tarif. Itu Berarti Harga Lebih Tinggi.

Berita Terkait

Kamis, 7 November 2024 - 19:52 WIB

Kedutaan Besar AS di Irlandia Menghadapi Protes Solidaritas Palestina – NewsRoom.id

Kamis, 7 November 2024 - 19:21 WIB

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia | Pusat Pengembangan Penerjemah Sosialisasikan Jabatan Fungsional Penerjemah

Kamis, 7 November 2024 - 18:51 WIB

Donald Trump: Kami Membuat Sejarah

Kamis, 7 November 2024 - 18:20 WIB

Jaksa Agung Diminta Jelaskan Kasus Tom Lembong

Kamis, 7 November 2024 - 17:18 WIB

Bahlil irit bicara soal isu Jokowi bergabung dengan Golkar

Kamis, 7 November 2024 - 16:16 WIB

Ucapkan Selamat kepada Trump, Xi Jinping Serukan Kerja Sama AS-Tiongkok yang Damai dan Berkelanjutan

Kamis, 7 November 2024 - 15:45 WIB

Trump Menjanjikan Lebih Banyak Tarif. Itu Berarti Harga Lebih Tinggi.

Kamis, 7 November 2024 - 15:14 WIB

Bobby Tantang Edy Rahmayadi Laporkan Kasus Tambang 'Blok Medan'

Berita Terbaru

Headline

Donald Trump: Kami Membuat Sejarah

Kamis, 7 Nov 2024 - 18:51 WIB

Headline

Jaksa Agung Diminta Jelaskan Kasus Tom Lembong

Kamis, 7 Nov 2024 - 18:20 WIB

Headline

Bahlil irit bicara soal isu Jokowi bergabung dengan Golkar

Kamis, 7 Nov 2024 - 17:18 WIB