NewsRoom.id – Anggota Komisi VI DPR RI yang menangani masalah perdagangan, Mufti Anam berharap polemik jam operasional warung “Madura” bisa menghasilkan solusi yang membela pergerakan ekonomi rakyat kecil. Polemik tidak hanya terjadi di Bali, tapi juga di berbagai daerah lainnya.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Warung “Madura” sendiri merupakan sebutan untuk warung kelontong skala kecil yang buka nonstop selama 24 jam. Ada daerah yang memberlakukan peraturan yang mengatur jam operasional warung, ada pula yang tidak memperbolehkan buka 24 jam karena berbagai alasan.
Mufti menyebutkan tiga hal penting yang harus diperhatikan terkait pengaturan warung Madura. Pertama, regulasi dari pemerintah di berbagai tingkatan harus berorientasi atau mendukung perekonomian rakyat kecil.
“Ingat, perekonomian negara ini digerakkan oleh UMKM, lebih spesifiknya yang berskala mikro yang telah membantu pemerintah menciptakan jutaan lapangan kerja. Jadi regulasi dan solusinya harus berpihak pada pelaku usaha mikro, bukan normatif, tapi harus ada afirmasi. .untuk menggerakkan perekonomian masyarakat di tingkat bawah,” kata Mufti kepada media, Jumat (26/4/2024).
Mufti menyayangkan sikap Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) terkait polemik warung Madura yang justru meminta warung Madura tutup yakni tidak beroperasi 24 jam.
“Kementerian Koperasi dan UKM sebagai pembina pelaku usaha mikro hendaknya menjembatani dengan pemerintah daerah untuk memberikan solusi, bukan sekedar memberikan pernyataan yang memberikan tekanan kepada pelaku usaha mikro,” jelas mantan Ketua HIPMI Jatim ini.
Kedua, lanjut Mufti, keberadaan warung Madura telah mampu menggairahkan perekonomian masyarakat kecil. Dalam operasionalnya, warung-warung ini memberikan lapangan kerja bagi banyak orang. Dan bukan hanya masyarakat Madura saja, warung seperti ini banyak bermunculan di berbagai daerah dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam jumlah besar.
Mufti menggarisbawahi, warung Madura juga menjadi saluran pemasaran bagi UMKM. Warung Madura dipercaya menjual minuman dan kue hasil produksi UMKM yang pasti akan kesulitan memasuki jaringan ritel modern.
“Di Pasuruan, ada warga yang mempunyai usaha kue pia buatan sendiri dan menjualnya di toko ini. Ada pula yang menitipkan minuman tradisional seperti nasi kencur. Nah, yang pasti masuk ritel modern akan sulit karena aturan standardisasi. Ini rumit. Bayangkan betapa besar dampak perputaran ekonomi terhadap rakyat kecil, jelas anggota DPR asal daerah pemilihan Pasuruan-Probolinggo itu.
Hal ketiga yang juga harus diperhatikan adalah keberadaan warung Madura mampu membantu masyarakat kecil dalam memenuhi kebutuhannya. Kehadirannya di pedesaan memudahkan masyarakat mengakses produk kebutuhan sehari-hari.
Keberadaan warung Madura dan warung kelontong skala kecil juga mampu mendistribusikan pemerataan ekonomi, sehingga kue ekonomi tidak hanya dinikmati oleh pelaku usaha ritel modern, pungkas politikus PDI Perjuangan itu.
NewsRoom.id