NewsRoom.id -Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut belum memahami tafsir aturannya sendiri karena masih memproses laporan masyarakat terkait Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang berumur lebih dari satu tahun atau telah habis masa berlakunya.
Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara, Profesor Juanda, substansi peristiwa yang dilakukan Ghufron harus jelas, apakah perilakunya ada kaitannya dengan jabatannya di KPK atau tidak. Dalam hal ini, Ghufron membantu seorang PNS di Kementerian Pertanian yang terkendala transfer.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
“Mungkin untuk mengusut, Dewas pasti akan menanggapi keluhan atau laporan apa pun. Nah, secara formal saja, apakah ini masih batas waktu yang cukup dan sah secara hukum? Ternyata kalau saya baca sebelumnya, kejadian itu terjadi pada Maret 2022,” kata Prof Juanda kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (29/4).
Prof Juanda juga menyoroti Peraturan Dewas 4/2021 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal 23 menyatakan “Laporan dan/atau temuan mengenai dugaan pelanggaran dinyatakan berakhir dalam waktu 1 tahun sejak terjadinya atau ditemukannya dugaan pelanggaran.”
“Dewas itu wasitnya, sebagai penilai, sejak Dewas tahu (tidak diproses). Hal ini tidak memberikan kepastian hukum. Bagaimana jika Dewas mengetahuinya dalam 2 tahun? “Menurut saya, pada prinsipnya hukum atau bahasa hukum menimbulkan ketidakpastian dan juga tidak memberikan keadilan yang baik baik bagi terlapor maupun yang melaporkan,” jelas Prof Juanda.
Menurut penafsiran Prof Juanda, yang dimaksud dengan “sejak diketahui” adalah sejak diketahui oleh orang yang mengetahui kejadian tersebut, bukan sejak dilaporkan kepada Dewas.
Jadi kalau diartikan diketahui Dewas, menurut saya penafsiran itu salah secara hukum, tidak benar. “Nah menurut saya penafsiran Dewas disini adalah sejak Dewas tahu, pemahamannya sangat fatal, pemahamannya sangat salah dari aspek norma hukum,” jelas Prof Juanda.
Jadi, pendiri Treas Constituendum Institute ini menilai Dewas tidak paham dengan aturan yang dikeluarkannya sendiri. Apalagi di Pasal 23 tidak ada kalimat “sejak diketahui Dewas”.
“Apakah ada kabar sejak Dewas menyadarinya? Tidak ada, itu interpretasi subjektif. “Saya melihat potensi untuk melampaui prinsip penafsiran yang berlaku secara hukum,” tutupnya.
Seperti diketahui, Dewas akan menggelar sidang etik pada Kamis (2/5). Ghufron diduga menyalahgunakan pengaruhnya sebagai anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemindahan pegawai Kementerian Pertanian berinisial ADM.
Akibat proses sidang etik tersebut, Ghufron pun menggugat Dewas KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta karena dugaan penyalahgunaan pengaruh terkait pengalihan tersebut dianggap sudah kadaluwarsa. Jadi menurut Ghufron, Dewas tidak berhak melanjutkan laporan masyarakat yang dimaksud.
Bahkan, Ghufron juga melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho ke Dewas KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang menanyakan kepada PPATK tentang hasil transaksi keuangan pegawai KPK.
NewsRoom.id