NewsRoom.id – Harapan PDIP belum pupus setelah gagal dalam sengketa pemilu presiden di Mahkamah Konstitusi (MK).
Langkah yang dilakukan antara lain memperjuangkan hasil pemilu 2024 melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Pernyataan tersebut disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam jumpa pers usai Rakornas di kantor DPP PDIP, Senin (22/4/2024) malam.
Sekjen PDIP mengatakan, meski MK gagal menjalankan fungsinya sebagai benteng konstitusi dan demokrasi, PDIP tetap menghormati keputusan MK yang bersifat final dan mengikat.
“Kami akan terus berjuang melindungi konstitusi, dan memperjuangkan demokrasi melalui penyelenggaraan pemilu yang demokratis, jujur, dan adil, serta berjuang menggunakan setiap ruang hukum, termasuk melalui PTUN,” kata Hasto.
Di sisi lain, kekalahan di Mahkamah Konstitusi semakin sulit menyelamatkan hubungan PDIP dengan Jokowi dan Gibran.
Terbaru, PDIP menegaskan Presiden Joko Widodo dan putranya yang juga calon wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, bukan lagi kader PDIP.
Presiden Jokowi dinilai berpihak pada calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran pada Pilpres 2024. Bahkan, pihaknya memutuskan mencalonkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka bahkan mendapat pesan tegas dari PDI Perjuangan (PDIP) untuk tidak berbohong.
Hal tersebut dikatakan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Kehormatan, Komarudin Watubun,
Awalnya, Komarudin menyayangkan sikap pendamping Prabowo Subianto yang dinilai terlalu reaktif menanggapi pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Komarudin mewanti-wanti Gibran agar tidak berbohong lagi saat resmi dilantik menjadi Wakil Presiden RI.
Hal itu disampaikan Komarudin menanggapi tindakan Gibran yang dinilai Hasto meresahkan.
Soal sikap Mas Gibran, menurut saya dia terlalu reaktif menanggapi Sekjen. Karena apa yang disampaikan Sekjen memang benar terjadi dan bohong keduanya, kata Komarudin di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Menurutnya, Gibran sebenarnya terang-terangan berbohong kepada PDIP, bahkan kepada Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.
Komarudin mengatakan, kebohongan pertama yang diutarakan Gibran adalah saat dirinya dipanggil menemui Hasto dan Komar sendiri di kantor DPP PDIP.
Lalu kebohongan kedua, saat Megawati bertanya langsung saat bertemu dengan Kepala Daerah PDIP di Sekolah Partai Lenteng Agung.
“Kebetulan saya pertama kali menelpon Pak Sekjen di lantai 2 ruang Sekjen dan saat itu dia sendiri yang mengatakan bahwa dia sadar tahun depan bapaknya tidak lagi jadi presiden. Saya mau kemana lagi, saya pasti akan mengandalkan PDI Perjuangan,” ujarnya.
“Kemudian di Sekolah Partai juga ada rekamannya. Saat itu kalian bertanya pada Mas Gibran dan Bobby, 'Mau bertahan di sini atau pindah partai?' Mas Gibran sendiri yang berada di podium dan saat itu menyatakan akan tetap bersama PDI Perjuangan, lanjutnya.
Untuk itu, Komar mengatakan jika Gibran saat ini menganggap Hasto meresahkan, justru Gibran yang dinilai paling berbahaya dengan kebohongannya.
Jadi kalau suatu saat dia maju sebagai cawapres dan sekarang Sekjen meluruskan pembahasannya maka Sekjen menganggap berbahaya, justru yang berbahaya adalah Mas Gibran, ujarnya.
Komarudin kemudian mengingatkan Gibran bahwa orang yang kelak menjadi pemimpin boleh saja melakukan kesalahan, tapi tidak berbohong.
Jokowi bukan kader
Sementara terkait status Jokowi, Komarudin sebenarnya enggan berkomentar banyak.
Ia hanya menegaskan, Jokowi pernah berpihak pada Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 sehingga tidak pantas jika ia tetap disebut sebagai bagian dari PDIP.
“Ah, rakyat sudah (memihak) di sana (Prabowo-Gibran), bagaimana bisa dikatakan masih bagian dari PDI Perjuangan. Benar sekali..” ucapnya.
Komarudin menegaskan, tak hanya Jokowi, Gibran juga tak lagi berstatus kader PDIP.
Status Gibran sebagai kader PDI-P hilang setelah Gibran memutuskan maju sebagai calon wakil presiden dari Prabowo dan melawan calon presiden dari PDI-P yakni Ganjar-Mahfud.
“Gibran bukan lagi kader partai. “Itu sudah saya sampaikan sejak dia mengambil keputusan (menjadi cawapres Prabowo),” kata Komarudin.
Ia kemudian menyinggung kebohongan Gibran terhadap PDI-P. Sebelum memutuskan maju pada Pilpres 2024, Gibran pernah menegaskan akan setia kepada PDI-P. Bahkan, dalam Rakernas PDI-P yang dihadiri Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Juni 2023, Gibran mengaku akan tetap berada di PDI-P meski dilirik pihak lain.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan partainya belum memutuskan apakah PDI Perjuangan akan berada di dalam atau di luar pemerintahan (oposisi) Prabowo-Gibran. Ditegaskannya, terkait kebijakan strategis internal dan eksternal partai, hal itu diserahkan kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Kembali ke undang-undang yang berlaku di PDI Perjuangan, hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan strategis internal dan eksternal partai berlaku untuk apa yang kita sebut sebagai hak prerogratif Ketua Umum PDI Perjuangan, tegas Basarah.
Oleh karena itu, sesuai arahan Megawati, rapat kerja nasional (rakernas) akan digelar di Jakarta, 24-26 Mei 2024.
Dalam Rakernas kali ini, PDI-P bersama seluruh struktur partai baik DPC maupun DPD akan bertemu dan bermusyawarah, kemudian memberikan masukan kepada Megawati terkait posisi PDI-P di masa depan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Peluang untuk bergabung?
Melihat realitas politik seperti itu, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Lili Romli menilai PDIP akan kontraproduktif jika memutuskan bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sementara PDIP mengusung calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Prabowo-Mahfud MD pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Ganjar-Mahfud kalah dan menggugat hasil pemilu presiden ke Mahkamah Konstitusi, namun gugatannya ditolak.
“Saya kira bergabungnya PDIP ke koalisi pemerintah bisa memicu kontraproduktifitas,” kata Lili dalam Obrolan Ruang Berita yang ditayangkan di YouTube Kompas.com, Senin (22/4/2024).
Apalagi, menurutnya, PDP kerap melontarkan pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan adanya pelanggaran dalam proses pemilu tahun ini.
Bahkan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga menulis surat amicus curiae atau teman pengadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan hasil pemilu presiden.
Sampai-sampai Ketua Umum Megawati sendiri menjadi amicus curiae, kata Lili.
Karenanya, Lili menilai sangat ironis jika PDIP akhirnya bergabung setelah MK menolak gugatan Ganjar-Mahfud.
Ironisnya, pasca putusan Mahkamah Konstitusi, PDIP bergabung dengan koalisi pemerintah. Jadi kontraproduktif, ujarnya.
NewsRoom.id