NewsRoom.id – Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan status hukum mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah ia hadir di Mahkamah Konstitusi ( MK) sebagai saksi ahli.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Sekadar informasi, tim kuasa hukum pasangan 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming menghadirkan Eddy Hiariej sebagai saksi ahli. Kubu Prabowo-Gibran merupakan partai yang terlibat dua kasus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Kehadiran Eddy diprotes pasangan 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang merupakan pemohon PHPU di Mahkamah Konstitusi. Protes kubu 01 itu terkait kabar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan kembali menetapkan Eddy sebagai tersangka setelah sebelumnya memenangkan praperadilan.
ICW menilai kehadiran Eddy sebagai ahli merupakan haknya karena ia kehilangan status tersangka usai memenangkan praperadilan pada 30 Januari 2024. Namun, guru besar UGM itu tidak pernah ditetapkan lagi sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Bagi ICW, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semestinya tak lagi kesulitan memproses hukum Eddy. Sebab, selain betapa problematisnya putusan praperadilan karena tidak memahami keberadaan Pasal 44 UU KPK, hakim tunggal yang memutus permohonan Eddy sebenarnya tidak membatalkan penyidikan, melainkan hanya berkas administrasi penetapan. tersangka,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam siaran persnya, Kamis (4/4/2024).
Untuk itu, ICW menilai penyidikan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Eddy Hiariej masih berjalan dan KPK seharusnya bisa menetapkan tersangkanya secara bersamaan.
Untuk itu, Kurnia menyebut pihaknya mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengumumkan tindak lanjut penanganan kasus yang menjerat Eddy. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dalam proses penanganan perkara.
Dan segera menetapkan kembali yang bersangkutan sebagai tersangka korupsi karena diduga menerima suap dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kata Kurnia.
Sebelumnya, kehadiran Eddy dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi ditentang tim kuasa hukum pemohon PHPU yakni pasangan 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Sikap tersebut bukan tanpa alasan, sebab kini Eddy dikabarkan kembali diincar KPK sebagai tersangka dugaan korupsi.
“Saya mendapat informasi dari berita ini tentang teman saya Eddy. KPK telah menerbitkan surat penyidikan baru terhadap Eddy, kata tim kuasa hukum pasangan calon 01 dan mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024). ).
Berdasarkan catatan Bisnis, Eddy sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi saat menjabat Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ia kemudian lolos dari status tersangka KPK berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Namun, kini KPK bersiap menetapkan kembali ahli hukum pidana tersebut sebagai tersangka. Komisi Pemberantasan Korupsi menilai praperadilan tidak mempengaruhi substansi suatu perkara, melainkan hanya aspek formil saja.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya hanya perlu menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru terhadap Eddy Hiariej. Ia mengungkapkan, penerbitan sprindik tersebut tidak memerlukan gelar perkara (expose).
“Apa gunanya (mengekspos lagi)? Karena pada tahap penyidikan, menurut kami, alat bukti sudah cukup. “Ini hanya terkait mekanisme penetapan tersangka,” kata Alex, sapaan akrabnya, kepada wartawan di lokasi. Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (6/3/2024).
NewsRoom.id