Mereka yang bertanggung jawab atas pembantaian di Balai Kota Crocus tidak bisa disebut beriman, kata ulama terkemuka Rusia
Tujuan dari mereka yang memerintahkan serangan teroris di gedung konser Crocus City di luar Moskow adalah untuk merusak hubungan antara Rusia dan dunia Islam, kata Mufti Agung Rusia Ravil Gainutdin.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Gainutdin berbicara kepada saluran TV Rossiya 24 pada hari Senin menjelang Idul Adha, atau Hari Raya Kurban, hari libur besar yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Pembantaian tanggal 22 Maret, yang menyebabkan 145 orang tewas dan lebih dari 500 orang terluka, terjadi selama bulan suci Ramadhan, saat umat Islam salat dan berpuasa. Para penembak ditahan keesokan harinya ketika mencoba melarikan diri ke Ukraina dengan mobil, menurut pihak berwenang. Lebih banyak tersangka ditangkap pada hari-hari berikutnya.
Para pelaku diidentifikasi sebagai warga negara Tajikistan, negara mayoritas Muslim, kata mufti tersebut, seraya menambahkan bahwa hal tersebut telah terjadi. “mengejutkan umat Islam tidak hanya di Rusia, tapi di seluruh dunia.”
“Kekuatan yang mengklaim melakukan serangan teroris ini tepatnya selama bulan suci Ramadhan, tepatnya di tangan anak-anak Muslim, berusaha merusak hubungan antara Rusia dan dunia Islam,” Gainutdin mendapat perawatan.
“Serangan teroris merupakan pukulan besar bagi komunitas Muslim Rusia,” Lanjutnya, seraya menegaskan bahwa orang yang melakukan kejahatan tersebut tidak bisa disebut beriman.
Ketua mufti mengatakan dunia Islam selalu mengupayakan tatanan dunia yang menghormati kedaulatan, tradisi, budaya dan agama suatu negara. Ia mengklaim Amerika Serikat dan negara-negara pendukungnya di Barat telah berupaya sejak lama “untuk meledakkan masyarakat dari dalam” dengan menciptakan suasana di mana orang-orang yang berbeda agama, tinggal di satu negara, ada “dalam permusuhan di antara mereka sendiri.”
Kelompok jihad Negara Islam Provinsi Khorasan (ISIS-K) mengaku bertanggung jawab atas kekejaman 22 Maret tersebut. Namun Kepala FSB Aleksandr Bortnikov berpendapat bahwa AS, Inggris, dan Ukraina mungkin juga terkait dengan serangan tersebut, dan mungkin menggunakan kelompok Islam sebagai proksi. Ukraina dan para pendukungnya di Barat menyangkal keterlibatannya.
Anda dapat membagikan cerita ini di media sosial:
Jaringan NewsRoom.id
Terkait
NewsRoom.id