NewsRoom.id – Propam Polda Jatim menangkap Aipda K (50), anggota Polrestabes Surabaya yang diduga memaksa dan menganiaya putri tirinya selama 4 tahun.
Baru-baru ini, usai Aipda K berada di dalam sel, warga mengungkap keseharian petugas polisi yang tinggal di sekitar Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Ternyata Aipda K cukup disegani oleh warga sekitar tempat tinggalnya yang sebagian besar bekerja serabutan.
Namun hal tersebut kerap membuat Aipda K suka berpura-pura.
Hal itu dijelaskan warga sekitar bernama Mat Sholeh.
“Sebenarnya warga di sini menghormatinya, tapi sikapnya suka membuat marah masyarakat. Seperti meminta kuota atau pungli dari usaha sampah (barang bekas) yang ada di sekitar desa. Selain itu, kami juga rutin meminta kuota uang.” kegiatan perjudian, jika tidak diberikan akan dilakukan penggerebekan,” jelas Mat Sholeh.
Iya, dia sudah ditahan di Polda Jatim, saya tahu dari penyidik. Intinya saya minta dia dihukum seberat-beratnya, kata NH, Senin (22/4/2024).
Informasinya, Aipda K dikenakan pasal ganda.
Pertama, artikel tentang perlindungan anak. Kedua, pasal kode etik profesi.
Mengapa kode etik? K rupanya menikah dengan ibu korban di luar nikah.
Hal ini melanggar kode etik profesi kepolisian. Menurut undang-undang, perkawinan yang tidak dicatatkan dianggap tidak sah, karena tidak memenuhi syarat sahnya perkawinan.
Sementara itu, Kasubdit Amoral Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Wahyu Hidayat juga membenarkan, K yang merupakan anggota Polsek Sawahan kini ditahan di Polda Jatim.
Hanya saja secara administratif dia masih terdaftar sebagai tahanan di Polsek Pelabuhan Tanjung Perak.
“K tetap ditahan di Polsek Tanjung Perak. Sedangkan di Polda Jatim belum dilakukan penanganan, namun tersangka diamankan di sini, ujarnya.
Berlutut, merengek minta dilepaskan
Aipda K (50), anggota Polrestabes Surabaya yang dikabarkan menganiaya putri tirinya, AAF (15) selama 4 tahun, berlutut dan meminta maaf kepada nenek korban di Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak (KP3) Surabaya.
Momen tersebut diceritakan langsung oleh nenek korban, NH (52), saat ditemui awak media di Mapolrestabes KP3 Surabaya, Sabtu (20/4/2024).
Ia mengatakan pertemuan itu merupakan momen yang kebetulan.
Pasalnya, sekitar pukul 13.00 WIB, NH didampingi adik atau keluarga besarnya diminta penyidik menandatangani sejumlah berkas hasil pemeriksaan di salah satu ruangan.
Di lorong ujung ruangan, tiba-tiba terlapor atau terduga pelaku dibawa oleh anggota Rektor KP3 Polrestabes Surabaya ke ruangan lain.
“Kami bertemu secara tidak sengaja. Kami ingin naik. “Ternyata dia tidak sengaja ingin turun ditemani rektor,” kata NH.
Rupanya, terlapor meminta maaf kepada NH dan anggota keluarga lainnya.
Bahkan, tak hanya mengucapkan seribu satu kata permintaan maaf, terlapor juga berusaha memeluk dirinya sendiri sambil berlutut meminta maaf.
Namun NH mengaku menolak pernyataan terlapor tersebut karena ada kalimat yang justru membuatnya marah.
Rupanya, kata NH, terlapor yang awalnya meminta maaf pun memintanya mencabut laporan polisi terkait kasus kekerasan seksual tersebut.
“Iya ketemu. Dia minta dicabut (laporan), tidak. Saya tidak mau. Lanjutkan (masih dalam proses). Saya dipeluk, tidak mau,” kata NH.
Bagi NH, kasus ini telah menyinggung harga diri keluarga besarnya.
Selain itu, akibat perbuatan terlapor tersebut, sang cucu terpaksa menelan pil pahit. Masa depan anak hancur, termasuk kondisi psikologisnya yang terguncang.
Intinya dia minta (laporan) itu dicabut. Alasannya adalah kasihan pada anak-anak. Tetap saja aku tidak mau. “Iya, ini soal nama baik dan kasihan anak-anak juga,” ulang NH.
Terkait kondisi kejiwaan cucunya, nenek korban lainnya, SMH membeberkan fakta terkini.
Sang cucu kini semakin murung, terkadang melamun saat duduk bersama anggota keluarga lainnya.
Padahal, dari proses awal pelaporan kasus tersebut ke polisi. Sang cucu mulai kehilangan nafsu makannya.
“Banyak keheningan. Banyak melamun. Makanlah sedikit. Dia tidak makan dengan antusias. Sepertinya dia trauma. Dia linglung. Kayaknya takut,” ujar perempuan berkemeja merah itu kepada awak media.
Saking prihatinnya dengan kondisi cucunya, ia berharap polisi juga memberikan perawatan dan pendampingan psikologis kepada korban.
“Ya kalau bisa minta bantuan psikolog. Iya katanya akan ada pendampingan psikologis,” ujarnya.
Selain itu, dari sisi penegakan hukum, ia juga berharap pihak kepolisian memberikan hukuman yang berat kepada terdakwa agar jera dan memenuhi rasa keadilan terhadap cucunya.
“Ya, hukumannya akan seberat mungkin. Tak bersyarat. Api, tidak ada ampun. “Ini harga diri,” tutupnya.
Petugas Polisi di Surabaya Dikabarkan Menganiaya Putri Tirinya Selama 4 Tahun
Seorang gadis remaja berinisial AAF (15) mengaku menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan ayah tirinya yang berprofesi sebagai polisi di Surabaya, berinisial Aipda K (50).
Berdasarkan informasi, korban yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP ini mengaku sudah empat tahun mengalami kekerasan seksual di tangan ayah tirinya.
Sejak tahun 2020, saat korban masih duduk di bangku kelas 6 SD hingga kelas 3 SMP pada tahun 2024.
Aipda K berstatus sebagai ayah tiri korban AAF. Ibu kandung korban, MH (28), menikah dengan Aipda K yang telah berstatus duda sejak 2013 dan kini telah dikaruniai dua orang anak.
Sabtu (20/4/2024), korban AAF sedang menunggu giliran menjalani pemeriksaan lebih lanjut di depan Gedung Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Korban didampingi beberapa kerabat dekatnya seperti nenek, bibi, dan paman.
Korban mengungkapkan bahwa ayah tirinya tidak hanya menganiayanya tetapi juga memaksanya.
Dan perbuatan tidak senonoh itu dilakukan di kamar tidur saat ibu kandungnya tidak ada di rumah dan terkadang juga di kamar mandi.
AAF pun mengaku kerap diancam agar tidak mengungkapkan perbuatan ayah tirinya tersebut kepada orang lain.
Ditanya alasan keengganannya mengungkap kejahatan tersebut sejak awal, AAF mengaku selalu takut dengan ancaman dari ayah tirinya.
Sebab, selama ini ia tinggal bersama ibu kandung dan ayah tirinya di sebuah rumah di kawasan Jalan Raya Indrapura, Kota Surabaya.
“Diancam, tidak boleh bicara,” ujarnya.
Akhirnya AAF berani menceritakan perbuatan tercela ayah tirinya itu kepada keluarga besarnya, terutama neneknya. Setelah ayah tirinya kerap marah dan mengamuk padanya pada Maret 2024.
Pasalnya, sejak bulan itu, korban AAF mulai tertarik dengan lawan jenis yang seumuran atau sedang berpacaran. Dan sejak saat itu, ia mulai berkomitmen hingga ia enggan menerima ajakan ayah tirinya untuk berhubungan seks
NewsRoom.id