NewsRoom.id – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menjadi sorotan usai terseret kasus gratifikasi dan pemerasan yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
Pasalnya, auditor BPK disebut-sebut meminta kepada Kementerian Pertanian (Kementan) sebesar Rp12 miliar agar lembaga tersebut bisa mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Hal itu disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian Hermanto yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta pada Rabu (8/5/2024).
Awalnya, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan audit BPK karena ada temuan yang tidak wajar termasuk kontribusi pegawai Kementerian Pertanian untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga SYL.
Jaksa juga menanyakan apakah Hermanto juga mengenali auditor BPK bernama Victor Daniel Siahaan.
Selain itu, jaksa menanyakan apakah Hermanto juga pernah dimintai uang oleh Victor agar Kementan bisa mendapat predikat WTP.
“Bagaimana dengan ini, apakah ada permintaan atau apa yang harus dilakukan Kementan untuk menjadi PAP?” tanya jaksa.
“Iya waktu itu diusulkan untuk diserahkan ke pimpinan untuk nilainya, kalau tidak salah diminta ke Kementerian Pertanian Rp 12 miliar,” jawab Hermanto.
“Rp 12 miliar diminta pemeriksa BPK?” tanya jaksa lagi.
“Iya Rp 12 miliar oleh Pak Victor tadi,” kata Hermanto.
Terlepas dari itu semua, BPK beberapa kali menjadi sorotan ketika anggotanya bahkan pimpinannya terjerat korupsi alih-alih menjadi lembaga pemeriksa lembaga pemerintah.
Terakhir, Kepala BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya Patrice Lumumba Sihombing serta dua anak buahnya yakni Abu Hanifa dan David Patsaung ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Plt Bupati Sorong Yan Piet. lumut.
Selain itu, ada juga anggota III BPK, Achsanul Qosasi yang terjerat kasus proyek BTS 4G Kominfo dan didakwa menerima suap Rp 40 miliar.
Berikut daftar lengkap pimpinan atau anggota BPK yang pernah terlibat kasus korupsi:
1. Patrice Lumumba Sihombing, Abu Hanifa, dan David Patsaung (Kasus Suap Pj Bupati Sorong)
Ketiga anggota BPK tersebut adalah Kepala BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya, Patrice Lumumba Sihombing; Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Daya, Abu Hanifa; dan Ketua Tim Penyidik BPK Provinsi Papua Barat David Patsaung terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 14 November 2023 karena menerima suap dari Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso terkait pengkondisian temuan BPK. mewakili Papua Barat Daya.
Mereka diduga menerima suap sebesar Rp1,8 miliar dari Yan Piet Mosso melalui Kepala BPKAD Sorong Efer Segidifa dan staf BPKAD Sorong Maniel Syatfle.
Suap tersebut diberikan terkait temuan BPK terkait sejumlah laporan keuangan Pemkab Sorong yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam OTT KPK, penyidik menemukan uang tunai Rp1,8 miliar dan jam tangan merek Rolex.
Penerima suap juga disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
2. Achsanul Qosasi (Kasus BTS 4G Bakti Kominfo)
BPK juga kembali menjadi sorotan ketika pejabat BPK kembali terjerat kasus mega korupsi pengadaan menara BTS 4G yang merugikan negara hingga Rp 8 triliun.
Adalah Anggota III BPK Achsanul Qosasi yang menerima Rp40 miliar di sebuah hotel pada Juli 2022.
Tujuan pemberian uang kepada Qosasi adalah agar ia memberikan WTP untuk proyek BTS 4G.
Dengan fakta tersebut, ia menjadi tersangka ke-16 yang ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus yang juga menjerat mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate.
Terkait uang yang diterima Qosasi, diberikan oleh mantan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama yang berasal dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan atas perintah mantan Direktur Utama (Direktur) Bakti Kominfo. , Anang Ahmad Latif.
Mereka pun bernasib sama dengan Qosasi dan masing-masing sudah mendapat keputusan dari hakim.
3. Rizal Djalil (Kasus Suap PT Minarta)
Mantan Ketua BPK ini juga pernah tersangkut kasus korupsi yakni pada tahun 2019.
Dialah Ketua BPK periode 2014, Rizal Djalil yang terjaring OTT KPK pada 2019 dalam kasus korupsi proyek Sistem Penyediaan Air Minum Distrik Hongaria (JDU SPAM IKK) Paket 2 di Kementerian Pekerjaan Umum. . dan Perumahan Rakyat.
Rizal terjaring OTT bersama Komisaris Utama (Komut) PT Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo selaku pemberi suap.
Saat itu, Rizal diduga menerima suap sebesar 100 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp. 1 miliar dari Leonardo.
Dalam persidangan 26 April 2021, ia dinyatakan bersalah menerima suap dan divonis empat tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider tiga bulan penjara, oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dikutip dari Kompas.com, Rizal terbukti mengincar PT Minarta sebagai pelaksana proyek di Kementerian PUPR.
Penerima Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu terbukti melanggar Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Korupsi.
4. Ali Sadli (Kasus Suap yang mengakibatkan WTP Kementerian Desa)
Pada tahun 2018, Kepala Sub Auditorium III BPK Ali Sadli divonis enam tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider empat bulan kurungan, dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 5 Maret 2018.
Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Ali terbukti menerima suap sebesar Rp240 juta dari pejabat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT).
Uang tersebut diberikan agar Rochmadi Saptogiri selaku auditor utama BPK menetapkan predikat WTP atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Kementerian Desa PDTT Tahun Anggaran 2016.
Tak hanya suap, Ali juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 8,7 miliar.
Hakim mengatakan, uang itu juga terbukti disamarkan oleh Ali sehingga dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Ali terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian, melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
NewsRoom.id