NewsRoom.id – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi, mengingatkan Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, untuk tidak “keterlaluan” dengan merangkul seluruh partai yang berkoalisi. Sebab, koalisi yang terlalu gemuk berpotensi mengganggu keseimbangan demokrasi dan pemerintahan.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
“Sisa waktu yang tersisa sebelum pelantikan kurang lebih enam bulan, sehingga perlu diingatkan agar waktu tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam membentuk koalisi dan postur koalisi yang tepat sesuai tujuan di atas,” kata Haidar, dikutip dari keterangan tertulis. . informasi diterima di Jakarta, Selasa.
Apalagi, Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sudah mendeklarasikan diri sebagai bagian dari pemerintahan Prabowo, sedangkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) siap bergabung dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) disebut bersedia jika diundang. . .
Oleh karena itu, menurutnya, kekuasaan yang besar memerlukan kontrol yang besar sehingga perlu adanya keseimbangan kekuasaan atau ruang untuk oposisi.
Oposisi yang baik akan memberikan manfaat dalam mengingatkan pemerintah yang berkuasa untuk terus menjalankan pemerintahan sesuai dengan hukum dan mengutamakan penyelesaian janji-janji politik yang telah dan akan diucapkan selama masa pemerintahan, ujarnya.
Ia mengatakan, satu-satunya harapan terbesar ruang oposisi kini ada di tangan PDI Perjuangan.
Diketahui, saat ini terdapat rencana pembentukan klub presidensial yang akan melibatkan presiden-presiden sebelumnya, termasuk Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut Haidar, rencana tersebut merupakan salah satu upaya Prabowo untuk mengalahkan PDI Perjuangan (PDIP).
“Jika PDIP akhirnya menyerah dan berhasil direbut, bisa dipastikan pemerintahan Pak Prabowo tidak akan ada oposisi. Hal ini tentu menjadi alarm berbahaya bagi demokrasi kita, terlebih lagi bagi pemerintahan Pak Prabowo sendiri. ” dia berkata.
Oleh karena itu, dia berharap Prabowo tidak terjebak dalam ekses politik. Di sisi lain, presiden terpilih diharapkan tetap memberikan ruang yang cukup bagi oposisi, sehingga oposisi tidak dipandang sebagai ancaman, melainkan vitamin yang memperkuat pemerintahan.
“Membangun bangsa tidak harus datang dari kekuatan dalam (koalisi), tapi bisa juga dari kekuatan luar (oposisi). “Keduanya mempunyai fungsi dan manfaat yang berbeda namun akan tercipta keseimbangan sehingga keduanya harus tetap dijaga,” ujarnya.
Ia pun menyarankan agar Prabowo memprioritaskan pembagian tugas kepada para “pejuang” terlebih dahulu, yakni para relawan dan tokoh-tokoh yang ikut mengantarkan kemenangannya sebagai presiden, sesuai kompetensi di bidangnya masing-masing.
“Jangan sampai anak di pangkuan bapaknya dibiarkan begitu saja, monyet di hutan akan disusui. Saya yakin Pak Prabowo sebagai pemegang hak prerogatif bisa dan tetap ingin bersama anaknya. pejuang,” tutupnya.
NewsRoom.id