NewsRoom.id – Kontroversi mahalnya biaya pendidikan tunggal (UKT) berdampak pada diamnya demokrasi.
Pasalnya, ada seorang mahasiswa yang nyaris dipenjara oleh Rektor karena mengkritisi mahalnya biaya UKT.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Mengingat sekilas kejadian di Universitas Riau (Unri). Dimana Rektor Unri Sri Indati mendisiplinkan mahasiswa yang membuat konten video yang mengkritisi mahalnya UKT.
Mahasiswa yang dilaporkan adalah Khariq Anhar, mahasiswa Fakultas Pertanian Unri.
Ironisnya, konten kritis tersebut tidak dibuatnya sendirian, melainkan empat orang. Namun, dialah satu-satunya yang dilaporkan ke polisi terkait ITE.
Memang polemik mahalnya UKT tidak hanya beredar di satu kampus saja, tapi juga di berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia.
Bahkan menjadi perbincangan berbagai tokoh dan menuai komentar dari berbagai pemerhati kebijakan pendidikan.
Salah satunya adalah pengamat kebijakan pendidikan, Prof Cecep Darmawan. Ia mengungkapkan, penerapan biaya pengembangan institusi (IPI) atau biaya pendaftaran mahasiswa mandiri menjadi dilema bagi perguruan tinggi negeri (PTN).
Selain itu, ia yakin, perguruan tinggi tentunya tidak mau membebankan biaya mahal kepada mahasiswanya.
“Perguruan tinggi kalau ditanya sebenarnya tidak ingin mahasiswanya mengeluarkan biaya mahal. “Saya yakin perguruan tinggi tidak mau mahal,” ujarnya seperti dikutip media massa, Minggu (10/5/2024).
Namun, ia juga menyebutkan, kenyataannya pemerintah saat ini sebagai sumber pendanaan utama PTN justru menyediakan sumber pendanaan yang terbatas.
Oleh karena itu, kata dia, mau tidak mau diperlukan pendapatan lain untuk menunjang perkembangan PTN, salah satunya dari IPI.
“Kalaupun ada (IPI) untuk kelas mandiri, menurut saya harus seringan mungkin, jangan terlalu berantakan,” jelas Cecep.
Selain itu, ia mengaku kurang setuju dengan jalur mandiri yang dibarengi dengan biaya awal yang besar.
Sebab, menurutnya kuliah di perguruan tinggi negeri pasti jauh lebih terjangkau dibandingkan kuliah di kampus yang dikelola swasta.
“Tapi PTN pasti jauh lebih murah dibandingkan kuliah di perguruan tinggi swasta, karena gedungnya dari pemerintah, tanahnya dari pemerintah, kenapa harus mahal?” dia berkata.
Menyikapi hal tersebut, ia pun berharap perguruan tinggi negeri di tanah air kembali normal, relatif murah dan terjangkau.
Adanya seleksi mandiri juga menimbulkan persepsi bahwa pendidikan memiliki kasta atau kelompok berdasarkan tingkat ekonomi siswa.
Sebab, untuk menjadi mahasiswa PTN melalui seleksi mandiri, minimal harus mempunyai sejumlah uang dan menyatakan kesediaan membayar biayanya.
“Yang punya uang banyak bisa ambil jalur mandiri, persaingannya tidak terlalu ketat, itu faktanya. Mereka mampu membayar. “Tapi untuk masyarakat menengah ke bawah, saya yakin tidak akan bisa masuk ke kelompok itu,” tutupnya
NewsRoom.id