Menindaklanjuti masukan masyarakat terkait penerapan biaya kuliah tunggal (UKT) tahun ajaran 2024/2025 dan sejumlah koordinasi dengan perguruan tinggi negeri (PTN), termasuk PTN berbadan hukum (PTN-BH), Mendikbud, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menyampaikan keputusan pembatalan kenaikan UKT.
“Terima kasih atas masukan konstruktif dari berbagai pihak. Saya sangat mendengar aspirasi mahasiswa, keluarga dan masyarakat. Akhir pekan lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali berkoordinasi dengan pimpinan perguruan tinggi untuk membahas pembatalan kenaikan UKT dan alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Saya baru bertemu dengan Presiden dan dia setuju untuk membatalkan kenaikan UKT. “Dalam waktu dekat Kemendikbud akan mengevaluasi kembali permohonan UKT dari seluruh PTN,” kata Mendikbud usai bertemu Presiden RI Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (27/10). 5).
“Saya bertemu Presiden untuk membahas berbagai hal di bidang pendidikan, salah satunya UKT. Saya mengusulkan beberapa pendekatan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa. Terkait penerapan Permendikbudristek, Dirjen Diktiristek akan mengumumkan detail teknisnya, lanjut Mendikbud.
Sebagai latar belakang, diterbitkan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) sebagai dasar peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk PTN dan PTN-BH. Penyesuaian SSBOPT ini juga mempertimbangkan kebutuhan teknologi untuk pembelajaran yang semakin meningkat, mengingat perubahan dunia kerja yang juga semakin maju secara teknologi, sedangkan SSBOPT belum diperbaharui sejak tahun 2019. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Budaya dalam hal ini mendorong perguruan tinggi untuk memberikan pembelajaran yang relevan kepada mahasiswanya.
Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 juga menekankan dua hal utama yang menjadi pertimbangan dalam penetapan UKT, yaitu prinsip keadilan dan prinsip inklusivitas.
Sebelumnya, sejumlah kesalahpahaman terjadi di masyarakat. Padahal, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan hanya berlaku bagi peserta didik baru; Ada kemungkinan PTN melakukan kesalahan dalam menempatkan mahasiswanya pada kelompok UKT yang tidak sesuai dengan kemampuan ekonominya karena data yang diberikan mahasiswa tidak akurat; Ada segelintir PTN yang sebelumnya memiliki UKT rendah atau belum disesuaikan selama lebih dari lima tahun, sehingga kenaikan UKT dianggap tidak masuk akal; Dan terdapat kesalahpahaman bahwa kelompok UKT tertinggi berlaku untuk sebagian besar mahasiswa. Faktanya, secara keseluruhan, hanya 3,7% mahasiswa baru yang ditempatkan pada kelompok UKT tertinggi. (Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat, Kemendikbudristek)
NewsRoom.id