NewsRoom.id – Konflik di Timur Tengah menjadi salah satu faktor penyebab melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala II KSSK Tahun 2024, saat menjawab persoalan rupiah yang kini sudah mencapai di atas Rp 16.000 per dolar AS.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Menurut Sri, konflik ini membuat The Fed cenderung mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama sehingga menyebabkan aliran modal portofolio keluar dari negara berkembang dan masuk ke AS.
Hal ini menyebabkan penguatan dolar AS dan melemahnya nilai tukar mata uang berbagai negara, jelas Sri Mulyan, dikutip Sabtu (4/5).
Sri Mulyani mengatakan, indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia menguat tajam hingga mencapai level tertinggi 106,25 pada 16 April. Dolar AS mengalami apresiasi sebesar 4,86 persen dibandingkan level akhir tahun 2023.
Penguatan dolar berimbas pada melemahnya mata uang Garuda sebesar 5,02 persen pada akhir April.
Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan pelemahan rupiah masih lebih baik dibandingkan mata uang lainnya, seperti yen Jepang yang melemah 10,92 persen dan won Korea Selatan melemah 6,34 persen (ytd).
“Perkembangan tersebut tentunya didukung oleh respon Bank Indonesia yang terus memperkuat kebijakan,” tutupnya.
Beberapa waktu lalu BI sendiri menaikkan suku bunga acuan sebesar 6,25 persen sebagai respons terhadap melemahnya nilai rupiah
NewsRoom.id