Buronan legendaris KPK, Harun Masiku rupanya nyaris tertangkap penyidik lembaga antirasuah. Bahkan saat itu keberadaan Masiku sudah diketahui.
Peluang penangkapan Masiku terjadi pada tahun 2021. Saat itu, Masiku sedang dikejar oleh Tim Pemburu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terdiri dari penyidik ahli. Salah satunya adalah Praswad Nugraha.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Praswad yang kini menjabat Ketua IM57+ Institute bercerita tentang perburuan Masiku. Mantan calon legislatif PDIP itu ditemukan di sebuah pulau di luar negeri.
Saat itu, tim intelijen KPK diberangkatkan ke lokasi untuk memastikan keberadaan Masiku. Hasilnya positif. KPK juga berkoordinasi dengan Konjen, sesaat sebelum menangkap Masiku.
“Saat itu dia sudah beralih profesi menjadi guru bahasa Inggris. “Saat itu ya, kejadiannya tiga tahun lalu,” kata Praswad kepada Kumparan, Jumat (14/6).
Praswad tidak membeberkan lebih lanjut di negara mana Masiku terdeteksi saat itu.
Ia menegaskan, intelijen yang dikirimkan yakin Masiku ada di lokasi tersebut. Namun mereka tidak bisa melakukan penangkapan, karena itu tugas penyidik. Praswad sudah meyakini informasi tersebut kuat dan pasti.
Ada 'Operasi Besar' yang Diduga Cegah Penangkapan Harun Masiku
Empat tahun terakhir, sosok Harun Masiku masih berkeliaran bebas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum berhasil menangkap buronan yang dicap masyarakat sebagai buronan 'legendaris' tersebut.
Penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK menemukan titik terang. Apalagi, saat tim pemburu buronan dibentuk, diisi oleh penyidik seperti 'Raja OTT KPK' Harun Al-Rasyid, Ambarita Damanik, dan Praswad Nugraha, dkk.
Mereka sempat mendengar Masiku berada di pulau wisata di Negeri Jiran pada Maret-April 2021.
Namun saat hendak ditangkap, tim pemburu buronan dikejutkan dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan penonaktifan yang dilakukan pimpinan KPK yang saat itu dipimpin oleh Firli Bahuri. Mereka dicopot karena dinyatakan tak lolos TWK.
Hampir semuanya, saya Pak Damanik, Bang Al-Rasyid, kita semua ikut TWK, saya kira saat itu ada operasi besar yang menghambat proses penangkapan Harun Masiku, kata Praswad.
TWK merupakan tes yang digunakan ketika pegawai KPK hendak beralih menjadi ASN. Dalam tes kali ini, ada 57 pegawai yang dinyatakan 'gagal', termasuk penyidik papan atas seperti Novel Baswedan hingga Yudi Purnomo Harahap.
Namun berdasarkan penelusuran Ombudsman dan Komnas HAM, kegagalan mereka lolos TWK dibarengi dengan temuan maladministrasi dan pelanggaran HAM. Kini beberapa di antaranya bertugas di Satgas Pencegahan Korupsi Polri.
Kita sibuk dengan proses TWK, penonaktifan, juga kriminalisasi, dianggap merah, dikira tidak ada obatnya dan sebagainya, mereka pukul kita dengan pihak lain, kata Praswad.
Beberapa tahun berlalu sejak kejadian TWK, Masiku belum juga ditahan. Belakangan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin gencar mencari Masiku. Praswad mempertanyakan apa sebenarnya yang diinginkan KPK. Apalagi setelah salah satu pemimpin menyampaikan harapannya agar Masiku bisa ditangkap dalam waktu satu minggu.
“Satu hal yang sebenarnya benar, apa yang diinginkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)? Apalagi tim pimpinan khusus kini juga mengaku sangat-sangat bertekad menangkap Harun Masiku, ujarnya.
“Coba tanya Firli (mantan Ketua KPK) jawab kenapa kita dinonaktifkan saat itu, tidak relevan sama sekali, lalu kita semua di TWK,” lanjutnya.
Nuansa Politik yang Kuat
Praswad saat ini menjabat sebagai Ketua IM57+ Institute. Lembaga yang menaungi pegawai KPK yang tak lolos TWK. Praswad pun mengomentari pencarian Masiku yang dilakukan KPK.
Salah satunya saat penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti menggeledah dan menyita ponsel Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Penyidik KPK dilaporkan ke Dewan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bareskrim Polri oleh Hasto.
Menurut Praswad, yang dilakukan penyidik merupakan sikap institusional. Karena mereka bekerja berdasarkan surat perintah.
Berdasarkan pengalaman saya sebagai penyidik KPK generasi pertama, penyidik dan penyidik KPK sejak awal telah melakukan tindakan yang 100 persen sesuai dengan SOP, kode etik, dan peraturan perundang-undangan, khususnya peraturan perundang-undangan. “KUHAP dan UU KPK, jadi laporan ini jelas merupakan bentuk kriminalisasi terhadap aparat di tingkat pelaksana perintah,” kata Praswad.
Menurut Praswad, penyidik berwenang melakukan berbagai tindakan pemaksaan, termasuk menyita alat komunikasi jika menemukan indikasi bukti.
Tindakan kriminalisasi tidak sesuai dengan prinsip penegakan hukum yang independen sesuai dengan standar dalam Jakarta Prinsip yang telah disepakati negara-negara untuk melindungi penegakan hukum yang independen, ujarnya.
Sebaliknya, menurut Praswad, kasus ini semakin rumit karena kehadiran pimpinan KPK. Pimpinan KPK sepertinya menggunakan kasus Harun Masiku sebagai alat tawar-menawar politik.
Hal ini ditunjukkan dengan kemajuan dan kemunduran yang 'sangat kebetulan' dalam penanganan kasus ini yang selalu bertepatan dengan momentum politik di Indonesia, khususnya pemilihan presiden, ”ujarnya.
Selain itu, kemunculan kasus Nurul Ghufron juga menjadi momen serupa. Menurut Praswad, wajar jika masyarakat menaruh curiga terhadap kasus ini dan melihat ada dimensi politik yang kuat dalam kasus tersebut.
“Kalau pimpinan KPK sejak awal tidak terjun ke dunia politik, polemik ini tidak akan terjadi,” ujarnya.
Dia juga berpesan agar penyidik KPK tidak dilaporkan karena salah alamat. Penyidik berada pada level implementasi di lapangan. Pelapor tidak boleh tampil tidak melihat kesalahan pada level pimpinan yang memberi perintah dan pada akhirnya bertanggung jawab.
KPK: Kalau Lihat Harun Masiku Beritahu Kami
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu meminta masyarakat yang mengetahui keberadaan Harun Masiku melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Kami tidak bosan-bosannya meminta informasi, meminta masukan, kalau dengar, kalau lihat, di mana dia berada, ceritakan kepada kami tentang Saudara HM (Harun Masiku),” kata Asep dalam jumpa persnya, Kamis (13). . /6).
Hal itu diungkapkan Asep saat ditanya soal pernyataan pemimpin Alexander Marwata yang berharap Harun Masiku bisa ditangkap dalam waktu seminggu ke depan. Asep menilai hal itu menjadi motivasi penyidik.
“Kami melihat kepemimpinan kami memberikan motivasi kepada penyidik untuk benar-benar fokus agar bisa diselesaikan secepatnya,” kata Asep.
Asep enggan membeberkan perkembangan pengejarannya terhadap Masiku. Meski lokasinya sudah ditemukan, namun mereka tidak akan mengungkapkannya karena akan mempersulit pengejaran.
“Hal serupa juga kita cari, tentunya kalau informasi yang kita miliki sangat terbatas, artinya terbatas pula siapa yang tahu sehingga tidak bisa kita sampaikan karena tentunya itu juga akan berdampak pada proses penyidikan dan penggeledahan yang bersangkutan,” pungkas Asep.
NewsRoom.id