Jangankan permintaan maaf secara terbuka (apalagi tanggung jawab seorang ksatria seperti pejabat publik di luar negeri untuk mengundurkan diri misalnya) sekadar menjelaskan “apa” yang sebenarnya terjadi pun tidak berani disampaikan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika. (Kementerian Komunikasi dan Informatika) sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait kasus ini di PDN.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Masyarakat bertanya-tanya, benarkah serangan cyber “ransomware” seperti analisa saya kemarin muncul, seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan, dan diduga PDN tidak memiliki cadangan cadangan sehingga tidak bisa segera memulihkan sistem (jika ada). cadangan seperti itu), sangat amatir. dan sayang sekali jika hal itu benar-benar terjadi.
Karena jika ada backup, dalam waktu kurang dari 1×24 jam atau hanya beberapa jam bahkan menit, data yang (diserang) rusak bisa segera dikembalikan dengan fungsi DRC (Data Recovery Center) yang tersedia.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya siang tadi (Senin, 24/6/2024), di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kepala BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) Hinsa Siburian mengaku memang sudah ada di PDN. terkena serangan cyber oleh malware jenis ransomware dari brandcipher Lockbit 3.0 (merek 3.0) yang mengenkripsi data yang diserang sehingga tidak dapat dibuka secara normal.
Dijelaskan pula bahwa PDN yang diserang bukan berada di Jakarta/Cikarang, melainkan di Surabaya (?) sehingga Tim BSSN, Kementerian Kominfo dan Telkomsygma selaku penanggung jawab teknis PDN tersebut segera diberangkatkan. ke ibu kota Jawa Timur untuk mengatasi masalah ini.
Sekadar informasi, Lockbit 3.0 merupakan kejahatan ransomware terorganisir yang jelas-jelas bermotif uang. Menurut Palo Alto Networks, sebuah perusahaan keamanan siber, grup Lockbit 3.0 adalah yang paling dominan secara global, termasuk di Asia Pasifik untuk mode ransomware. Tercatat mereka telah memposting 928 situs kebocoran atau 23% dari seluruh serangan global.
Kelompok ini juga melumpuhkan sistem PT BSI (Bank Syariah Indonesia) Tbk pada Mei 2023 dan mencuri data nasabah serta mempostingnya di dark web.
Jadi LockBit bukanlah virus, melainkan kelompok hacker yang aktif sejak tahun 2019 yang awalnya dikenal dengan nama “ABCD” dan merupakan kelompok operator ransomware.
Lockbit, LockBit 2.0, dan kini Lockbit 3.0 merupakan Ransomware-as-a-Service (RaaS) yang tidak lain merupakan kelanjutan dari Lockbit & Lockbit 2.0. Varian terbaru LockBit 3.0 dikenal dengan nama Lockbit Blackz.
Dalam dunia hacker, mengganti versi atau bahkan nama grup seperti ini merupakan hal yang lumrah, bukan hanya untuk melindungi keberadaannya, namun juga agar keberadaannya serta sistem serangan yang digunakannya tidak mudah dilacak dan diketahui oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. pesta diretas.
Secara lebih teknis, serangan kini memiliki kemampuan untuk menyesuaikan berbagai opsi selama kompilasi dan eksekusi. LockBit 3.0 menggunakan pendekatan modular dan enkripsi dalam eksekusi, yang menghadirkan hambatan signifikan terhadap analisis dan deteksi malware. LockBit sangat aktif dalam pemerasan ganda, perantara akses awal dan mereka juga beriklan di forum peretas.
Mereka juga diketahui merekrut orang dalam dan peretas terampil untuk menjalankan aksinya. Oleh karena itu, menurut saya, penyidikan dan penyidikan internal terhadap PDN perlu dilakukan oleh BSSN dan/atau Satuan Cybercrime Basrekrim Polri.
Pertanyaan yang banyak ditanyakan adalah kenapa recovery bisa memakan waktu berhari-hari alias less sat-set, less test-task, bahkan terkesan ela elo alias plonga plongo, sebuah indikasi bahwa tidak adanya sistem backup seperti yang ditakutkan di atas sepertinya memang benar adanya. kejadian. .
Sebab menurut penjelasan Director of Network & IT Solutions Telkom Group Herlan Wijanarko mewakili Telkomsygma pada kesempatan itu, pelaku meminta uang tebusan sebesar US$ 8 juta (total Rp 131 miliar) untuk bisa mengembalikan uang tersebut. data yang ada di tangannya alias disandera. Beneran 'kelinci' – baca: juga – dalam istilah netizen atas kekonyolan ini, begitu ringkihnya PDN Pemerintah?
Padahal BSSN menyatakan bahwa PDN-PDN ini masih bersifat sementara dan bukan PDN aktual yang dirancang di 4 titik seperti yang saya tulis sebelumnya (Batam, Cikarang, IKN dan Labuan Bajo) namun faktanya PDN-PDN di Surabaya ini “dipaksa” bekerja untuk menangkap ikan. ke atas. disiarkan untuk menangani seluruh data sesuai rencana SDI (Satu Data Indonesia) dan SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik).
Ini kebiasaan rezim saat ini, segala sesuatunya dilakukan untuk mengejar ketertinggalan siaran, untuk mempercepat waktu dan memberi kesan semuanya baik-baik saja, padahal dibalik itu sebenarnya yang dibangun tidak sesuai dengan spesifikasi sebelumnya, misalnya saja pembangunan gedung pencakar langit. Tol Layang MBZ yang dikorupsi, hingga IKN (Ibu Kota Negara) nusantara tidak disukai investor dalam negeri apalagi luar negeri.
Dengan biaya sebesar 104 juta Euro (sekitar Rp 2,7 triliun) untuk pembangunan PDN (tanpa s alias tidak sementara) di Deltamas Cikarang yang rencananya akan diresmikan pada HUT ke-79 Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17/ 8/2024, serangannya apa? -Apakah serangan ransomware seperti Lockbit 3.0 kini dapat diantisipasi?
Karena kedepannya tidak hanya 43 Kementerian/Lembaga, 5 provinsi, 86 kabupaten dan 24 kota yang bergantung pada PDN, namun seluruh server data di Indonesia mempertaruhkan nasibnya di sana, jika mekanisme contingency plan masih “bingung” atau semrawut seperti Kini dengan tidak adanya RDK, maka dipastikan data di Indonesia akan terancam.
Kesimpulannya, apalagi kalah quattrick 0-4 seperti yang saya tulis kemarin untuk Kemenkominfo sekarang, bisa jadi gluttrick 0-5 terus berlanjut, bahkan double hattrick 0-6 justru akan terjadi. Sikap akuntabilitas rezim yang datar alias berasumsi “semuanya baik-baik saja” sangat mengkhawatirkan dan berbahaya bagi masa depan.
Penjelasan BSSN yang sangat-sangat terlambat, Kementerian Komunikasi dan Informatika hari ini menunjukkan bahwa Pemerintah tidak serius dalam menangani data-data penting publik yang menjadi tanggung jawabnya.
Seharusnya pemerintah jujur dan tidak membiarkan kebohongan menjadi kebiasaan yang dipertahankan atau bahkan menjadi budaya, seperti yang sering disuarakan pada pemilu 2024, jika kita tidak ingin bangsa ini hancur di kemudian hari.
NewsRoom.id