NewsRoom.id – Pemerintah memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melebar hingga 2,7% dari produk domestik bruto (PDB) atau mencapai Rp609,7 triliun hingga akhir 2024. Akankah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambah utang baru?
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Proyeksi defisit tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan target awal dalam APBN 2024 sebesar Rp522,8 triliun atau setara 2,29% PDB.
Defisit tersebut disebabkan oleh belanja negara yang diperkirakan melonjak hingga Rp3.412,2 triliun hingga akhir 2024, dari pagu awal Rp3.325,1 triliun.
Sementara itu, pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp2.802,5 triliun hingga akhir 2024, naik tipis dari target awal Rp2.802,3 triliun. Dengan perkembangan tersebut, pembiayaan anggaran untuk menutup tambahan defisit diperkirakan mencapai Rp609,7 triliun.
Jadi, apakah pemerintah akan menambah utang baru untuk menutupi defisit?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit dipenuhi melalui tambahan pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp100 triliun, bukan melalui utang baru.
Dengan penggunaan SAL, Sri Mulyani memastikan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) hingga akhir 2024 masih rendah.
“Jadi dalam hal ini meskipun defisitnya bertambah, penerbitan SBN tidak bertambah, malah lebih rendah Rp214,6 triliun,” ujarnya saat rapat bersama Gubernur Bank Indonesia dan Komisi XI DPR RI, Senin (8/7/2024).
Menurutnya, pemerintah pada 2022 dan 2023 mampu menghimpun SAL yang cukup besar sehingga bisa dimanfaatkan saat ini, di tengah kondisi suku bunga global yang cenderung tinggi.
“Kami mengusulkan kepada DPR agar SAL tambahan sebesar Rp100 triliun digunakan dari Rp51 triliun yang telah kami usulkan dalam UU APBN. Ini berguna agar kita tidak perlu masuk ke pasar yang terlalu besar dan tetap bisa menjaga kinerja SBN,” terang Bendahara Negara tersebut.
Realisasi Penerbitan Utang
Kementerian Keuangan mencatat realisasi pembiayaan utang pada semester I 2024 sebesar Rp214,7 triliun atau setara 33,1% dari target dalam APBN 2024 sebesar Rp648,1 triliun.
Dari jumlah tersebut, pembiayaan utang melalui penerbitan SBN pada semester I/2024 mencapai Rp206,2 triliun, lebih tinggi dibanding semester I/2023 yang sebesar Rp157,9 triliun.
Meski secara nominal lebih tinggi dibanding tahun lalu, Sri Mulyani menegaskan penerbitan SBN pada semester I 2024 masih sesuai rencana. Stabilitas pasar SBN juga terjaga dengan kenaikan yield yang terkendali di tengah dinamika pasar keuangan.
“Pembiayaan defisit utang akan terus dikelola dengan sangat hati-hati, terutama dalam lingkungan global yang sangat dinamis. Kami senantiasa menggunakan pendekatan oportunistik, namun di sisi lain kami juga melihat berbagai risiko dan peluang yang muncul dari waktu penerbitan dan komposisi SBN, baik dari segi jatuh tempo, tenor, maupun nilai tukar,” ujarnya.
Sementara itu, utang pemerintah hingga akhir Mei 2024 mencapai Rp8.353,02 triliun. Sementara itu, rasio utang pemerintah hingga akhir Mei 2024 naik menjadi 38,71% dari produk domestik bruto (PDB) menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Posisi utang pemerintah saat ini mengalami peningkatan dibandingkan posisi bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) yang sebesar Rp8.338,43 triliun atau dengan rasio sebesar 38,64% terhadap PDB.
“Rasio utang hingga Mei 2024 tetap konsisten terjaga di bawah batas aman sebesar 60% dari PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,” tulis Kementerian Keuangan dalam Buku APBN Kita Edisi Juni 2024 seperti dikutip Selasa (2/7/2024).
Lebih lanjut, rasio utang pun terus menunjukkan tren penurunan dari rasio utang terhadap PDB pada tahun 2021 atau era pandemi Covid-19 yang tercatat sebesar 40,74%, tahun 2022 sebesar 39,70%, dan tahun 2023 sebesar 39,21%.
Kementerian Keuangan menyatakan rasio utang saat ini lebih baik dibandingkan dengan yang ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 yang ditetapkan sekitar 40%.
NewsRoom.id