NewsRoom.id – Pemimpin kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI) telah menyatakan pembubaran organisasinya pada Ahad (30/6).
Mereka menyatakan bahwa pemahaman yang mereka jadikan dasar jihad itu sebenarnya keliru. Mereka juga menegaskan pengakuan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
“Menyatakan bubarnya Al-Jamaah Al-Islamiyah dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” bunyi salah satu dari enam poin pernyataan pembubaran yang mereka bacakan.
Mereka juga menyatakan kesiapannya untuk turut berpartisipasi aktif dalam mengisi kemerdekaan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan bermartabat. “Siap menaati ketentuan hukum yang berlaku dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia serta berkomitmen dan konsisten dalam melaksanakan hal-hal yang merupakan akibat logis,” tulis deklarasi tersebut.
Mengomentari hal tersebut, Ketua Program Studi Kajian Terorisme pada Sekolah Kajian Strategis dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, Muhamad Syauqillah dalam keterangan tertulis yang diterima mengapresiasi kinerja Densus 88 AT Mabes Polri selama ini dalam memberantas tindak pidana terorisme.
Meski demikian, Syauqi juga meminta agar proses hukum terhadap anggota Jamaah Islamiyah yang melakukan pelanggaran harus tetap berjalan.
“Aparat penegak hukum harus tetap melakukan proses penegakan hukum terhadap mantan anggota Al Jamaah Al Islamiyah yang terlibat dalam aksi terorisme,” kata Syauqi.
Menurut pakar terorisme ini, pembubaran Al Jamaah Al Islamiyah seharusnya ditindaklanjuti dengan program deradikalisasi berkelanjutan yang melibatkan semua pihak, baik elemen negara maupun organisasi masyarakat.
Pihaknya juga meminta agar pembubaran ormas Al Jamaah Al Islamiyah tidak melonggarkan pola pembinaan dan pengawasan yang selama ini dilakukan oleh seluruh Kementerian/Lembaga.
“Hal itu dikarenakan telah terjadi perubahan strategi JI dari Pedoman Umum Perjuangan Al Jamaah Al Islamiyah (PUPJI), Tastos menjadi strategi Tamkin Al Jamaah Al Islamiyah,” tegasnya.
Oleh karena itu, Syauqi meminta kepada para mantan pimpinan dan pengikut JI mulai dari tingkat markaziyah hingga thaifah untuk membuktikan kepada negara dan masyarakat bahwa mereka benar-benar telah kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Para mantan pimpinan JI dan lembaga pendidikan di bawahnya perlu menata kembali kurikulum dan seluruh kegiatannya dengan menggarisbawahi pentingnya nilai-nilai kebangsaan dengan melibatkan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi mengapresiasi kinerja Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Ia menilai kewaspadaan para pimpinan organisasi teroris dan ekstremis tidak bisa dilepaskan dari peran lembaga antiteror di Indonesia.
“Penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Densus 88 Antiteror Polri yang telah melakukan berbagai upaya mewaspadai kelompok JI, baik melalui pendekatan keras maupun lunak hingga akhirnya kembali ke pelukan NKRI,” kata Islah.
Bagi Islah, deklarasi pembubaran organisasi radikal-teroris ini merupakan sejarah baru, bukan hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi Asia Tenggara, karena di balik itu semua ada upaya panjang yang dilakukan dengan sabar oleh Densus 88 hingga mampu menyadarkan para pemikir ekstrimis bahwa apa yang mereka lakukan selama ini adalah salah.
“Sebuah organisasi teroris baru saja mengumumkan pembubarannya. Ini bersejarah, sangat bersejarah,” katanya.
“Tidak ada negara yang dapat meminta orang untuk membuka kesadaran kognitif mereka dan kemudian menyebarkannya,” lanjut Islah.
Namun, Islah juga mengingatkan negara agar tidak gegabah dalam melakukan pengawasan pasca deklarasi pembubaran JI. Sebab, ideologi tidak akan pernah mati, yang terjadi mungkin hanya hibernasi hingga tiba saatnya mereka bangkit kembali.
“Kewaspadaan bangsa Indonesia harus terus ditingkatkan, terutama terhadap berbagai infiltrasi ideologi transnasional yang senantiasa berupaya mengoyak jalinan kebhinekaan kita,” pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Muhammad Najih Arromadloni alias Gus Najih. Ia menyampaikan rasa syukurnya karena kinerja Densus 88 Antiteror Mabes Polri cukup memuaskan.
Dimana mereka dianggap mampu menyadarkan para pemimpin kelompok teroris JI bahwa apa yang mereka pahami tentang makna jihad adalah salah.
Bagi Gus Najih, tobat para pentolan JI tersebut merupakan sejarah baru, bukan saja bagi Densus 88, melainkan bagi Indonesia secara keseluruhan.
“Saya kira kejadian ini merupakan sesuatu yang sangat bersejarah, bukan hanya bagi Densus, tetapi juga bagi Indonesia,” kata Gus Najih.
Ia menilai, tobat para pimpinan JI itu patut diapresiasi semua pihak, dan ia pun berharap, pemikiran para pimpinan kelompok itu bisa ditiru oleh para pengikutnya di tingkat akar rumput.
“(Pembubaran resmi) Secara internal mungkin sudah dilakukan, tetapi belum dilakukan secara publik,” terangnya.
Masih dalam konteks yang sama, peneliti isu radikalisme-terorisme Khoirul Anam juga menyampaikan hal senada. Ia menilai fenomena tobat massal Jamaah Islamiyah tidak bisa dilepaskan dari peran aktif Densus 88 selama ini.
“Penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Densus 88 yang telah bekerja sangat profesional dalam memberantas terorisme sampai ke akar-akarnya,” ujarnya.
NewsRoom.id