NewsRoom.id -Dewan Pertimbangan Tertinggi (DPA) dianggap hanya memberikan kekebalan politik dan hukum.
Itulah sebabnya DPP Partai Negoro menolak Joko Widodo bergabung dengan DPA di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Demikian sikap Partai Negoro terkait wacana pengaktifan kembali DPA untuk menggantikan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
“Kami menduga dan mencium aroma kuat bahwa pengaktifan DPA hanya untuk mengakomodir Jokowi setelah beliau pensiun pada 20 Oktober mendatang,” kata Ketua Bidang Politik dan Kebijakan Publik DPP Partai Negoro, Satyo Purwanto, Minggu (21/7).
Partai Negoro menduga DPA digunakan untuk memberikan kekebalan politik kepada mantan Presiden Jokowi yang diduga kuat telah melakukan berbagai pelanggaran konstitusi, kolusi, dan nepotisme.
“Itu sesuatu yang tidak biasa, karena prosesnya sangat singkat,” kata Satyo.
Namun, kata Satyo, jika DPA benar-benar diperlukan, Partai Negoro mengajukan 4 kriteria.
“Pertama, tidak boleh mantan presiden, apalagi Presiden Jokowi,” tegas Satyo.
Kedua, kata Satyo, para ketua umum atau elite parpol jangan sampai ada di lembaga DPA karena akan terjadi konflik kepentingan yang tinggi.
“Kemudian pihak-pihak yang diduga bermasalah dengan hukum, dan keempat, tidak boleh orang-orang yang dianggap patron oligarki,” pungkas Satyo.
NewsRoom.id









