NewsRoom.id – Asmaul Husna (38), istri pelaku pembunuhan suaminya di Provinsi Bengkulu, dinyatakan mengalami gangguan jiwa. Sementara itu, pelaku dinyatakan tidak mengalami gangguan jiwa.
Pembunuhan sadis itu terjadi di sebuah gubuk kebun di Kecamatan Talang Rimbo Lama, Kecamatan Curup Tengah, Kabupaten Rejang Lebong. Korban diketahui bernama Wandra Hafis (44).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Kepala Unit PPA, Aipda Polres Rejang Lebong Rinto Sahrizal menjelaskan, hasil pemeriksaan kejiwaan terhadap istri pembunuh suaminya sudah keluar.
Dari hasil pemeriksaan, pelaku memang mengalami gangguan jiwa dan bukan gangguan mental. Dimana terdapat perbedaan antara gangguan jiwa dan gangguan mental.
“Psikolog menggunakan 8 metode pemeriksaan terhadap pelaku, hasilnya menunjukkan pelaku mengalami gangguan jiwa, bukan gangguan kejiwaan,” kata Aipda Rinto.
Adapun penjelasannya, gangguan mental sendiri memang dimiliki oleh setiap manusia. Seperti mengalami depresi ringan atau berat dan pasti ada faktor penyebabnya.
Sedangkan untuk gangguan jiwa, dapat dikatakan tidak disadari dari sudut pandang psikologis.
Oleh karena itu, kasus ini berlanjut ke proses hukum. Unsur kesengajaan dan kesadaran terpenuhi berdasarkan hasil pemeriksaan.
Meski begitu, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Rejang Lebong. Yakni perihal perlu atau tidaknya meminta pemeriksaan kejiwaan.
“Unsur-unsurnya terpenuhi, tapi nanti kita lihat apakah ada petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum untuk pemeriksaan kejiwaan, kalau memang diperlukan akan kita periksa ulang,” sambung Aipda Rinto.
Hingga kini prosesnya masih berlangsung, bahkan Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Rejang Lebong telah melakukan gelar perkara. Namun, rekonstruksi pembunuhan tersebut belum dilakukan.
Dalam waktu dekat, pihaknya kemungkinan juga akan melimpahkan perkara tersebut ke Kejaksaan Negeri Rejang Lebong agar kasus ini bisa segera disidangkan.
“Yang jelas kasus ini sudah clear, unsur-unsurnya sudah terpenuhi, mungkin langsung kita limpahkan ke kejaksaan,” terang Aipda Rinto.
Pelaku akan dijerat dengan pasal kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT yakni Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Dalam pasal ini, kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan fisik yang mengakibatkan kematian korban, maka pelaku diancam dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Sosok Korban
Kehidupan sehari-hari Wandra Hafis (44) diungkap tetangga.
Menurut keterangan para tetangga, Wandra dalam kesehariannya dikenal sebagai sosok yang baik dan menjadi pengurus atau penjaga masjid di kampungnya.
Tetangga korban, Sairullah, mengakui bahwa korban yang merupakan pengurus masjid setempat, kerap bercerita tentang pengalamannya mengalami kekerasan fisik dan ketakutan dibunuh oleh istrinya.
Pasalnya, perilaku pelaku makin berubah setelah korban menceraikannya pada April 2024.
Alasan korban menceraikan pelaku karena tak tahan dengan sifat istrinya yang disebut mudah marah dan emosional.
Bukan tanpa alasan korban takut dibunuh oleh istrinya sendiri karena sejak saat itu istrinya memang kerap mengancam akan membunuh korban.
Warga sekitar juga mengetahui, semasa hidupnya korban kerap kali dipukuli oleh pelaku.
Korban yang sabar biasanya tidak membalas dan menerimanya saja.
“Tak hanya itu, pelaku juga kerap meresahkan warga lain dengan perbuatannya yang melampaui batas, seperti membakar gubuk dan memecahkan kaca jendela rumah tetangga,” ujarnya.
Ia dan beberapa warga lainnya yang menjadi saksi saat itu, bahkan menilai keputusan korban untuk menceraikan pelaku sudah tepat.
Masalah mulai muncul setelah korban mengajukan gugatan cerai terhadap pelaku. Di mana korban sempat mengungkapkan rasa takutnya dibunuh oleh istrinya.
“Katanya, setelah korban menusuk pelaku, dia bilang takut dan minta tolong,” kata Sairullah.
Ia dan warga setempat berharap agar polisi melakukan penyelidikan intensif terhadap pelaku.
Warga lainnya, Fitri, menambahkan perbedaan antara pasangan tersebut sangat kentara. Korban memiliki sifat yang baik dan disukai oleh masyarakat sekitar sepanjang hidupnya.
Terlebih lagi, korban yang merupakan seorang penjaga masjid sangat tekun beribadah.
Sedangkan pelaku sebaliknya, ia memiliki sifat emosional dan kerap membuat onar yang meresahkan masyarakat.
“Kami berharap pelakunya dapat dihukum seberat-beratnya dan juga dapat ditempatkan di tempat lain, bukan di sini lagi,” kata Fitri.
NewsRoom.id