NewsRoom.id – Berbagai asosiasi industri dan pedagang di Indonesia dengan tegas menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Penolakan ini disuarakan atas adanya kebijakan yang dinilai sangat merugikan berbagai pihak.
Ketua Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman, menilai regulasi ini seolah menjadikan gula sebagai barang haram. Padahal, gula merupakan kebutuhan penting bagi tubuh manusia, terutama di masa pertumbuhan. Oleh karena itu, konsumen perlu waspada untuk mengendalikan asupannya.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Adhi mengatakan gula dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti makanan, beras, buah-buahan, dan lain-lain. Ia mencatat bahwa industri makanan dan minuman juga telah berupaya melakukan reformulasi dengan mengurangi kadar gula dalam produknya. Namun, masalah muncul ketika konsumen menambahkan gula buatan mereka sendiri ke dalam produk.
“Meskipun kami telah mengurangi kadar gula dalam produk, pada akhirnya konsumen tetap menambahkan gula sendiri di rumah, terutama pada minuman bebas gula yang kami jual,” jelas Adhi, dalam keterangannya, Jumat (30/8).
Adhi menegaskan, fokus utama dalam menangani masalah ini adalah meningkatkan kesadaran konsumen tentang jumlah gula yang sebaiknya dikonsumsi dalam sehari. “Yang terpenting adalah memberikan kesadaran kepada konsumen tentang jumlah gula yang baik untuk dikonsumsi dalam sehari,” jelasnya belum lama ini.
Penyesalan atas pengesahan PP 28/2024 juga disuarakan oleh Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Indonesia (Aparsi) Suhendro yang secara tegas menolak pasal 434 dalam PP tersebut yang antara lain mengatur larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Baginya, aturan ini akan berdampak besar bagi pelaku usaha kecil.
“Ekonomi masyarakat kita terpukul hebat, baru saja terdampak pandemi, ditambah lagi ekonominya sedang fluktuatif. Kami sangat berharap pemerintahan yang baru bisa mendengar aspirasi kami dan PP ini bisa dikaji ulang,” kata Suhendro.
Ia juga menyoroti bahwa tujuan utama regulasi ini, yaitu untuk mengurangi konsumsi rokok di kalangan anak di bawah umur, mungkin tidak tercapai secara efektif. Yang justru menjadi masalah baru adalah beban tambahan yang ditanggung oleh pedagang kecil. Oleh karena itu, ia menilai regulasi tersebut tetap harus dipertimbangkan secara lebih bijak.
Suhendro juga menyayangkan suara dan aspirasi pedagang pasar dan pengusaha kelontong tidak mendapat perhatian yang baik selama proses penyusunan PP 28/2024. Pihaknya sempat mengajukan permohonan agar larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dihapus dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan, namun permohonan tersebut tidak diakomodir.
“Dengan latar belakang tersebut, Aparsi menegaskan komitmennya untuk menolak tegas PP 28/2024 demi keberlangsungan usaha anggotanya dan ekonomi kerakyatan secara umum,” ujarnya.
Pemerintah akan mempelajari masukan tersebut
Menanggapi kontroversi dan perdebatan di masyarakat terkait PP 28/2024, Wakil Presiden Ma'ruf Amin pun menegaskan pentingnya kajian lebih lanjut dan pembahasan mendalam dengan berbagai pihak terkait implementasi PP ini. Wapres mengatakan, selain memerlukan regulasi teknis, pelibatan berbagai pihak dalam proses pembahasan juga penting dilakukan untuk menghindari konflik dalam implementasinya.
“Penting untuk dikaji dan dibahas secara serius. Kita perlu mendengarkan masukan dari berbagai pihak agar pelaksanaannya dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan konflik,” kata Wapres.
Ma'ruf Amin juga menyoroti Pasal 103 PP 28/2024 yang mengatur upaya peningkatan kesehatan reproduksi anak usia sekolah dan remaja terkait penyediaan alat kontrasepsi. Aturan ini pun menuai kontroversi di masyarakat. Menurutnya, di Indonesia yang kental dengan budaya Timur dan nilai-nilai agama, aspek agama harus diperhatikan dalam penerapan aturan ini.
“Jangan hanya fokus pada aspek kesehatan saja. Aspek keagamaan juga sangat penting untuk diperhatikan dalam sebuah kebijakan,” imbuhnya.
Ia mengimbau kepada pihak terkait untuk segera melakukan kajian mendalam dan konsultasi dengan lembaga keagamaan agar polemik PP tersebut tidak berkembang lebih jauh. Pihaknya perlu mendengarkan dan berkonsultasi dengan lembaga keagamaan untuk menghindari potensi masalah.
Dalam penutupan keterangan persnya, Wapres mengingatkan pentingnya kesepakatan dan konsensus dalam pelaksanaan PP ini. Kesepakatan yang solid akan memungkinkan pelaksanaan yang lebih baik, penerimaan yang lebih luas dari masyarakat, dan tercapainya tujuan kebijakan yang diinginkan.
“Jika terjadi perbedaan pendapat atau konflik, ini justru akan kontraproduktif,” tegasnya.
NewsRoom.id