NewsRoom.id -Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyinggung soal ketua umum beringin terdahulu yang dekat dengan presiden. Namun, ia seolah tak diinginkan menjadi ketua umum karena dekat dengan presiden.
Hal itu disampaikan Bahlil saat menyampaikan visi misinya sebagai calon ketua umum Partai Golkar, pada Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar, di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Awalnya Bahlil bercerita mengenai prosesnya di Partai Golkar di Papua yang tidak bisa dikatakan mudah.
“Saya mau cerita tentang sejarah saya masuk Partai Golkar. Dulu waktu di Golkar, di Papua. Jadi pengurus DPP Golkar berat banget,” kata Bahlil di podium.
Bahlil menuturkan, pada 2010 dirinya sempat berniat masuk organisasi sayap partai, AMPI karena ingin masuk jajaran DPP Partai Golkar di Slipi hingga akhirnya berjuang menjadi anggota Hipmi.
“Karena apalah kita sebagai orang daerah kalau tidak punya jaringan. Ternyata saya kalah di AMPI. Agar kuliah saya tidak terhambat lagi, saya berjuang di Hipmi. Setelah berjuang di Hipmi, saya masuk ke proses pemerintahan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Bahlil kemudian bercerita tentang Akbar Tanjung yang bertarung dengan Jusuf Kalla dalam pemilihan Ketua Umum Golkar. Di mana akhirnya Jusuf Kalla menang karena dekat dengan pemerintahan SBY saat itu.
“Pak JK menang, karena dia dekat dengan pemerintah. Dia wakil presiden. SBY presiden. Setelah selesai, Pak Aburizal Bakrie muncul untuk bertarung dengan Pak Surya Paloh,” katanya.
“Pak Surya Paloh pasti mendapat dukungan dari Pak JK saat itu. Saat itu Pak JK sudah selesai jadi wakil presiden. Pak Ical didukung oleh Pak SBY, lalu Pak Ical juga menang,” lanjutnya.
Kemudian, Bahlil juga menyinggung Setya Novanto, pemenang Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar di Bali, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI dan dekat dengan Presiden Joko Widodo.
“Jadi sudah selesai, masuk era Pak Airlangga. Pak Airlangga juga menang dekat dengan presiden. Sebagai menteri perindustrian. Nah kemudian saya muncul sebagai salah satu pesaing. Mazhab saya itu sebetulnya madzhab kompetisi. Karena sebetulnya saya dilahirkan benar-benar berjuang, untuk mencari nafkah,” terangnya.
Bahlil kemudian menyinggung pihak-pihak yang mengkaitkannya dengan pemerintah sehingga dirinya bisa menang menjadi ketua umum partai beringin itu.
“Jadi mazhab saya memang mazhab kompetitif. Waktu proses kongres Golkar kali ini, saya juga dianggap mendapat dukungan dari pemerintah dan dianggap keliru,” katanya.
“Mengapa calon sebelumnya dinyatakan tidak salah. Mengapa saya dinyatakan salah?” tanyanya.
Bahlil menambahkan, dirinya berasal dari masyarakat kecil di Indonesia Timur yang bercita-cita menjadi pemimpin, dan ingin mengembalikan falsafah asli Golkar yang kerap dekat dengan pemerintah.
“Apa yang membuatnya seperti itu? Apakah karena saya kader dari ufuk timur, yang bukan anak siapa pun di Jakarta? Apakah benar pengurus DPD I Golkar se-Indonesia tidak boleh mencalonkan diri sebagai calon Ketum Golkar?” tanyanya lagi.
“Menurut saya, melalui pemikiran yang hebat, Golkar lahir sebagai instrumen politik pemerintah. Jadi menurut saya Golkar harus berjuang lagi,” kata Bahlil.
NewsRoom.id