OLEH: PETRUS CELESTINE
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
MASYARAKAT telah melaksanakan peran sertanya secara bersungguh-sungguh dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan amanat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Partisipasi publik sangat luar biasa, sebab persoalan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah persoalan dugaan korupsi di lingkaran kekuasaan keluarga Presiden Jokowi.
Selanjutnya, terkait dugaan gratifikasi yang diterima Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi dan istrinya Erina Gudono, berupa penggunaan pesawat jet pribadi Gulfstream G650ER yang ditaksir menelan biaya sekitar Rp5 miliar, publik menduga adanya unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme terkait jabatan Jokowi sebagai Presiden.
Namun, yang menjadi masalah dan berpotensi menimbulkan kemarahan publik, seperti kemarahan mahasiswa terhadap DPR beberapa waktu lalu, adalah pernyataan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto yang mengatakan KPK tidak berwenang memeriksa Kaesang karena yang bersangkutan bukan penyelenggara negara atau pegawai negeri sipil. Padahal, publik tahu jarak Kaesang dengan pusat kekuasaan sangat dekat, nyaris tanpa sekat.
Oleh karena itu, KPK tidak perlu takut memanggil pemilik jet pribadi Gulfstream G650ER Kaesang dan Erina. Bila perlu, panggil pula Presiden Jokowi untuk diperiksa sebagai saksi, sepanjang menyangkut dugaan tindak pidana korupsi antara Kaesang dengan pihak ketiga yang meminjamkan jet pribadi Gulfstream G650ER kepada Kaesang dan Erina.
Menentang Pimpinan KPK
Tessa Mahardhika dalam keterangannya menegaskan KPK tidak bisa serta merta mengusut fasilitas jet pribadi Gulfstream G650ER yang digunakan Kaesang sebagai gratifikasi. Padahal, Wakil Ketua KPK sudah memerintahkan bawahannya untuk memanggil dan memeriksa Kaesang guna diperiksa.
Pernyataan Tessa tersebut sungguh pernyataan yang bodoh, meremehkan fungsi “peran serta masyarakat” dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, bahkan tidak menaati perintah Wakil Ketua KPK dan lebih banyak tunduk pada kepentingan Istana, sehingga terkesan seperti Juru Bicara Istana.
Di sini, Tessa seolah berupaya membohongi publik dan membela serta menjadi “juru bicara” Kaesang dengan alasan Kaesang bukanlah penyelenggara negara maupun pegawai negeri sipil.
Padahal publik di seluruh Indonesia juga mengetahui bahwa Kaesang bukanlah penyelenggara negara, namun kedudukan dan fungsi Kaesang sangat strategis sehingga rawan terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme, termasuk dugaan korupsi dengan pemilik jet pribadi Gulfstream G650ER.
Kaesang memiliki kemampuan atau potensi dan fungsi untuk mendekatkan usaha-usaha pihak ketiga yang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan proyek-proyek di lingkaran kekuasaan pusat, sebab Kaesang memiliki akses langsung kepada Jokowi yang merupakan orang tuanya sendiri.
Karena posisinya yang strategis, Kaesang bisa menjadi pusat perhatian banyak pihak untuk mendekati dan jika perlu membeli perannya. Dan itu bisa saja terjadi di tengah iklim KKN yang sedang menyebar seperti api.
Dengan demikian, sangat naif apabila KPK dan Tessa mengabaikan hubungan Kaesang dengan pemilik jet pribadi Gulfstream G650ER bersama Presiden Jokowi.
Seharusnya Tessa curiga, jika memang ada pihak ketiga yang ingin memanfaatkan jasa Kaesang, itu semata-mata untuk mendapatkan proyek atau keuntungan bisnis di lingkaran kekuasaan pusat.
Maka dengan atau tanpa membawa nama besar Jokowi sebagai Presiden, segala sesuatu bisa saja terjadi hanya melalui Kaesang yang secara otomatis masih memiliki pengaruh Jokowi yang melekat pada kekuasaannya.
Menghambat Penyelidikan
Pernyataan Juru Bicara KPK Tessa yang menyatakan KPK tidak memiliki kewenangan mengusut fasilitas pesawat jet pribadi Gulfstream G650ER milik Kaesang merupakan pernyataan yang bertujuan untuk menghalangi atau menggagalkan peran partisipasi publik dan menunjukkan sikap tidak loyal terhadap Pimpinan KPK.
Pernyataan Tessa tersebut jelas menunjukkan loyalitas pegawai ASN di KPK, khususnya di kalangan penyidik dan penyidik Polri dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan elite di pusat kekuasaan dan keluarga Presiden Jokowi, akan diabaikan.
Mereka tak lagi loyal kepada pimpinan KPK, tetapi lebih loyal kepada Kapolri dan diduga dikendalikan pihak eksternal.
Menanggapi laporan masyarakat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan gratifikasi yang diterima Kaesang berupa penggunaan pesawat jet pribadi mewah jenis Gulfstream G650ER, terjadi pertentangan atau kontradiksi sikap antara Juru Bicara KPK dengan Wakil Ketua KPK Alex Marwata.
Pasalnya, di satu sisi Alexander Marwata telah memerintahkan anak buahnya (penyidik dan penyidik) untuk meminta klarifikasi kepada Kaesang, sementara Jubir KPK di waktu yang hampir bersamaan di hadapan media menyatakan tidak memiliki kewenangan untuk mengusut dugaan gratifikasi yang dilakukan Kaesang.
(Penulis adalah Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
NewsRoom.id