OLEH: TONY ROSYID*
CAK IMIN, panggilan akrab Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, mengatakan, “Sampai hari ini saya tidak paham apa itu KIM Plus. Kalau bicara pilkada, semuanya sama saja. Tidak ada KIM, KIM Jong Un, KIMCHI.” Candaan Cak Imin itu dilontarkan saat Kaesang Pangarep menyambangi DPP PKB, Selasa (6/8).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Saya, dan mungkin juga masyarakat, tercengang dengan guyonan Cak Imin. Kelihatannya sepele, tapi pesan Cak Imin begitu dalam.
Ini bentuk sindiran terhadap kiai dan Gus NU. Cak Imin seolah ingin mengatakan: Pilpres sudah selesai. Pilkada beda dengan pilpres. Kenapa masih ngomongin KIM? Lagipula, KIM itu kecil. Jumlah kursi DPR cuma 280. Kenapa harus dipertahankan?
Cak Imin ingin mengingatkan kepada partai-partai anggota KIM, bahwa kalau yang memelihara KIM itu kan sama saja dengan menciptakan dan memelihara perpecahan.
Dua pemilihan presiden terakhir telah memecah belah masyarakat berdasarkan garis partai. Partai-partai turut bertanggung jawab atas perpecahan ini. Setelah pemilihan presiden, kelompok relawan dan pendukung dalam pemilihan presiden harus dibubarkan.
Kalau begitu, kita bersatu lagi. Kalau masih bela KIM, kapan mau maju? Mari kita maju bersama. Kurang lebih begitulah pesan dan ajakan Cak Imin.
Kedua, Cak Imin juga ingin menyampaikan kepada partai-partai yang akan berkuasa bahwa jumlah kursi mereka sedikit. Empat partai, yakni Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat, hanya memiliki 280 kursi. Jumlah kursi yang diperoleh partai-partai di luar KIM lebih sedikit.
Jumlah kursi PDIP, Nasdem, PKB, dan PKS adalah 300. Jika keempat partai yang calon presidennya kalah sepakat mengambil posisi sebagai oposisi, maka pemerintahan Prabowo-Gibran akan kewalahan menghadapi oposisi. Apalagi Ketua DPR dari PDIP.
Ironisnya, UU MD3 juga diutak-atik. UU ini diubah agar partai pemenang pemilu tidak menduduki jabatan Ketua DPR. Kebiasaan buruk “mengubah UU sesuai selera keluarga dan golongan” harus dihentikan. Jangan membuat dan mengubah UU jika ada kepentingan pribadi, keluarga, dan golongan. Negara ini akan makin kacau.
Cak Imin seakan ingin menyampaikan pesan bahwa “kami yang kalah, bisa jadi sangat kuat. Karena kursi kami lebih banyak. Jadi jangan coba-coba menekan kami.”
Cak Imin mengajak semua pihak untuk bersatu padu dan mengedepankan kolaborasi masa depan untuk bersama-sama membangun bangsa, tanpa ada pihak yang menekan atau ditekan.
Era represif dan penyanderaan adalah era lama. Usang! Tidak cocok untuk hidup di negara yang rakyatnya menganut Pancasila. Era ini harus diakhiri dengan kepemimpinan baru Prabowo Sibianto.
Pemerintahan Probowo yang baru harus melakukan koreksi dan evaluasi terhadap kekacauan hukum dan pemenjaraan demokrasi yang terjadi selama ini. Noda hitam masa lalu harus segera dihentikan dan tidak diwariskan dengan mengambil sikap politik yang sama. Politik penyanderaan dan campur tangan.
Prabowo harus menghadirkan ketenangan dan rasa nyaman bagi semua pihak dan bukan membangun permusuhan dengan “mengganggu” pilkada.
Biarlah pilkada menjadi ajang kompetisi putra-putri bangsa yang berprestasi. Jangan sampai pilkada dinodai dengan aksi-aksi yang menghambat dan menyandera. Begitulah sikap jenderal tua!
*(Penulis adalah pengamat politik dan pengamat nasional)
NewsRoom.id









