Oleh: PROF. HENRI SUBIAKTO
KETIKA Mahkamah Konstitusi pada tahun 2023 yang dipimpin Paman Usman mengubah norma hukum tentang syarat calon wakil presiden dengan putusan Nomor 90/2023 yang membuka jalan bagi Gibran untuk maju dalam pemilihan presiden, para politikus dan partai pendukung pemerintah, serta KPU, langsung mendukung dan cepat melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Namun, ketika Mahkamah Konstitusi yang dipimpin Suhartoyo kemarin memutuskan mengubah norma mengenai persyaratan peserta Pilkada yang digadang-gadang akan menghalangi Kaesang maju di Pilkada 2024, partai dan politikus yang sama langsung menggelar rapat untuk membuat regulasi yang akan membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 Tahun 2024 tersebut.
Keduanya merupakan Putusan Mahkamah Konstitusi, tetapi diperlakukan secara berbeda ketika putusan tersebut memiliki dampak politik yang berbeda. Putusan Mahkamah Konstitusi didukung dan dianggap final dan mengikat serta langsung dilaksanakan ketika putusan tersebut menguntungkan politik dinasti Jokowi.
Namun sebaliknya, putusan MK yang juga melahirkan norma tersebut langsung dianggap bermasalah, diabaikan, dianggap melanggar kewenangan lembaga lain, dan langsung melahirkan revisi peraturan perundang-undangan untuk membatalkan putusan MK tersebut, hanya karena putusan tersebut dapat menggagalkan putra Jokowi di Pilkada 2024.
Mereka adalah politisi dari partai politik yang telah menjadi pion, antek, dan perpanjangan kekuasaan keluarga Jokowi.
Jika selama ini Jokowi dikenal dengan tutur kata dan perilakunya yang tidak konsisten, maka para politikus yang menjadi perpanjangan tangan kekuasaan Jokowi pun berperilaku dan berbicara dengan cara yang tidak konsisten pula.
Mereka semua sungguh tidak punya malu mempertaruhkan harga diri mereka hanya untuk menjadi operator kepentingan dinasti Jokowi. Mereka kini mengakali konstitusi dengan mengabaikan hati nurani dan prinsip-prinsip demokrasi.
Yang mereka lakukan hanyalah tunduk dan patuh kepada raja Jawa Jokowi yang masa jabatan presidennya hanya tersisa 2 bulan.
Sebenarnya ada misteri mengapa politisi dan partai besar kini tampak tak berdaya dan waras. Ada perilaku ironis yang membuat partai politik tak berdaya menjaga martabat konstitusi dan demokrasi.
Pada periode kedua dan terakhir pemerintahan Jokowi, Indonesia benar-benar menjadi negara yang penuh ironi. Demokrasi yang mengantarkan Jokowi menjadi pemimpin kini dihancurkan oleh Jokowi sendiri.
Tidak hanya itu, tatanan dan aturan demokrasi yang membuat Indonesia disegani, juga dirusak oleh para politikus yang duduk di lembaga-lembaga demokrasi. Padahal, orang-orang yang merusaknya dulunya mampu naik menjadi pejabat dan tokoh nasional melalui proses demokrasi, kini justru mereka sendiri yang menghancurkannya.
Harus diakui, di Indonesia saat ini ada gerakan besar-besaran yang sengaja ingin menghancurkan tatanan demokrasi. Ada gerakan besar-besaran yang ingin menghancurkan kepercayaan terhadap nilai-nilai demokrasi di negeri ini.
Kekuatan penghancurnya terletak pada gerakan yang mendukung politik dinasti yang diam-diam mengusung agenda politik antidemokrasi. Tentu saja, hal ini mengganggu gerakan dan perlawanan kekuatan prodemokrasi.
Aktivis pro-demokrasi, akademisi, dan politikus menentang keras, bahkan siap turun ke jalan untuk berunjuk rasa, menciptakan gerakan untuk menyelamatkan demokrasi. Mereka mendapat dukungan tidak hanya dari dalam negeri, tetapi tentu saja dari negara-negara asing yang peduli.
Padahal, kita tahu bahwa Presiden Jokowi dekat dan didukung oleh RRC, yang sangat diuntungkan oleh kebijakannya. Alhasil, Indonesia kini menjadi ajang persaingan kekuatan geopolitik global.
Ada kekuatan yang mengabaikan nilai-nilai demokrasi dan ada kekuatan global yang mendukung gerakan demokrasi. Bagi rakyat, kita harus berhati-hati, Indonesia telah mewarisi nilai-nilai Pancasila dari para pendiri bangsa.
Ideologi yang berbeda dari dua kekuatan global yang bersaing. Kita harus mencegah Indonesia dikendalikan oleh salah satu dari dua kekuatan global yang bersaing itu.
Kita harus membersihkan negeri ini dari para politikus busuk yang telah banyak menimbulkan masalah bagi negeri ini. Sudah saatnya kita bersama para pemimpin yang masih bersih dan jernih menegakkan kembali nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Guru Besar Ilmu Komunikasi, Universitas Airlangga)
NewsRoom.id