NewsRoom.id – Pengamat hukum tata negara Feri Amsari menilai wajar saja jika Airlangga Hartarto mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar terkait kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO). Ia pun menuding aparat penegak hukum ibarat pentungan, menangkap orang demi keuntungan pribadi.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
“Bagi saya, beberapa isu memang sulit dipisahkan dari isu proses penegakan hukum. Sebab, penegak hukum tidak independen, menggunakan kasus hanya untuk mengendalikan kepentingan politik,” kata Feri di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2024).
Ia menyatakan, tentu saja kejadian seperti ini akan membuat politik menjadi tidak sehat, terlepas dari adanya indikasi korupsi yang dilakukan Airlangga.
“Siapa pun Airlangga, itu tentu tidak sehat bagi demokrasi kita dan juga bagi penegakan hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, Airlangga Hartarto resmi mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum Partai Golkar per Sabtu (10/8/2024) malam. Ia mengatakan DPP Partai Golkar akan segera menyiapkan penggantinya dengan mekanisme sesuai AD/ART yang berlaku.
“Sebagai partai yang besar, matang, dan dewasa, DPP Partai Golkar akan segera menyiapkan mekanisme organisasi sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi yang berlaku,” kata Airlangga dalam keterangannya kepada wartawan, Jakarta, Minggu (11/8/2024).
Diketahui, nama Airlangga terseret dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya periode 2021-2022 yang hingga kini masih bergulir.
Berita lain menyebutkan dugaan keterlibatan Airlangga dalam mendatangkan 1.600 peti kemas ilegal yang belum diketahui isinya. Menariknya, isu ini sejalan dengan laporan Kementerian Perindustrian terkait 1.600 peti kemas dengan nilai demurrage Rp294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Hal itu disampaikan Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif saat mengumumkan terdapat 26.415 kontainer impor yang tertahan di pelabuhan.
Dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), ribuan kontainer yang ditahan tersebut berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.
“Jumlah kontainer beras (ilegal) itu 1.600 kontainer. Belum ada penjelasan dari Bea Cukai terkait (legalitas 1.600 kontainer) berisi beras itu,” kata Febri dalam keterangannya, Jumat (9/8/2024).
NewsRoom.id