NewsRoom.id – Suasana kemerdekaan Indonesia ternoda oleh kisruh erosi semangat demokrasi yang berpuncak pada demonstrasi besar-besaran pada 22 Agustus.
Gerakan Peringatan Dini Darurat yang ditandai dengan disebarluaskannya gambar Garuda Biru secara masif juga bergema di mana-mana sebagai bentuk reaksi terhadap keputusan DPR yang saat itu ngotot untuk tidak menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi terkait Rancangan Undang-Undang Pilkada Serentak 2024 tentang batas usia minimal pencalonan yang ditujukan kepada putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Menyikapi hal tersebut, Gerakan Sekolah Asyik (GSM) kembali menyelenggarakan program Ng(k)aji Edukasi dengan tema khusus, yaitu Menemukan Kembali Indonesia.
“Jika ingin menemukan Indonesia, maka ceritakan kembali sejarah dan keberagaman bangsa Indonesia. Ajak anak untuk berimajinasi ingin menjadi apa. Arahkan proses belajar agar memiliki temperamen ilmiah yang penuh gairah. Dengan bercerita, semangat Indonesia akan ditemukan kembali dari dalam kelas,” ujar Muhammad Nur Rizal selaku pendiri GSM dalam keterangan tertulis yang diterima.
Rizal menanggapi fenomena tersebut dengan rasa syukur dan gembira. Ia optimistis masih banyak orang yang memiliki rasa cinta yang tinggi terhadap Indonesia, tinggal bagaimana kita menguatkan jati diri guru melalui narasi kebesaran sejarah nusantara, sekaligus melibatkan aspirasi mereka, dan mengajak untuk menularkannya kepada guru-guru lainnya.
Tema Rediscovering Indonesia bukan tanpa alasan. Rizal prihatin dengan merosotnya reputasi Indonesia sebagai bangsa yang besar. Ia yakin hal ini dapat diatasi dengan menyebarkan narasi yang mengangkat sejarah Indonesia.
Beberapa hal yang masih disinggung Rizal adalah, Candi Muaro Jambi pada masa Sriwijaya pernah berperan bak Oxford bagi kajian agama Budha dunia di masa lalu dan bagaimana subak atau model pertanian terasering yang kerap digunakan Kerajaan Mataram Kuno, saat ini dianggap sesuatu yang berkelanjutan dan bisa dijadikan sebagai pengendali iklim paling alami.
“Indonesia tidak hilang secara fisik. Wilayahnya juga tidak berkurang sama sekali, tetapi yang hilang adalah reputasinya di kancah internasional. Kita tidak banyak dibicarakan, seolah-olah kita tidak seperti negara-negara besar di Asia, bahkan Asia Tenggara,” kata Rizal.
“Bangsa yang berilmu dan berteknologi dari kearifan lokal dan budayanya. Nah, itu yang mesti digali, kemudian, bayangkan mau dibawa ke mana bangsa ini dengan sebuah narasi. Harapannya, narasi itu tidak berhenti di kegiatan Ng(k)aji Pendidikan saja, tetapi bisa juga disebarkan oleh para peserta yang hadir kepada teman-teman guru lainnya,” imbuhnya.
Rizal menegaskan kepada para peserta bahwa peluang untuk menemukan kembali Indonesia masih sangat besar dan nyata. Ia mengatakan Indonesia dapat dijadikan sebagai pusat sumber energi terbarukan di dunia, salah satunya melalui Sungai Mamberamo di Papua sebagai sumber energi listrik berbasis air terbesar di dunia, setara dengan China yang mencapai hingga 22 Gigawatt hour.
Selain itu, potensi yang diserukan Rizal terkait Indonesia adalah cadangan panas bumi yang melimpah, keanekaragaman hayati yang beragam sebagai sumber pangan dan teknologi kedokteran, serta keanekaragaman budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai pusat pluralisme budaya dunia.
“Hal-hal ini harus dijadikan semangat untuk membayangkan Indonesia ke depan, bukan hanya sekadar hafalan dalam kurikulum,” kata Rizal.
“Kalau saja keberagaman suku bangsa di Indonesia itu diangkat menjadi film Hollywood atau drama Korea, Indonesia bisa jadi sangat besar dan menakutkan,” pungkasnya.
NewsRoom.id









