NewsRoom.id – Aksi unjuk rasa menolak RUU Pilkada di Kota Ambon, Maluku berujung ricuh, Kamis (22/8/2024).
Para demonstran memasuki Gedung DPRD Maluku dan merusak sejumlah hiasan di pintu gerbang perayaan hari jadi Provinsi Maluku.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Pada awalnya, aksi unjuk rasa yang diikuti ratusan mahasiswa berjalan aman.
Namun, suasana mulai memanas ketika massa aksi meminta bertemu dengan anggota dan pimpinan DPRD Maluku, khususnya anggota DPRD dari koalisi KIM Plus.
Permintaan tersebut ditolak oleh karyawan dan pihak keamanan dengan alasan yang bersangkutan tidak ada di tempat.
Aksi dorong-dorongan tak terelakkan hingga akhirnya massa mendobrak pintu masuk dan melemparkan batu ke kaca kantor DPRD Maluku.
“Kami berikan ultimatum, hari ini bukan akhir perjuangan, tetapi ada perjuangan yang lebih besar, yaitu memboikot gedung DPRD Maluku,” kata Koordinator Aksi Radi Samalehu saat orasinya seperti dikutip TribunAmbon.com.
Pertemuan dengan Anggota DPRD Maluku
Setelah berhasil masuk, perwakilan demonstran menemui anggota DPRD Maluku dari Fraksi Hanura, Hengky Pelata.
Salah seorang pendemo, Hasyim Rahman Marasabessy mengatakan, DPRD harus mengawal aspirasi mereka hingga ke DPR RI.
“Oleh karena itu, kami mohon kepada DPRD Provinsi Maluku untuk dapat menyampaikan sebagai wakil rakyat kami untuk menyampaikan hal ini kepada DPR RI di pusat.”
“Kami sudah bertemu dengan anggota DPRD Provinsi. Kalau tidak digubris, kami akan melakukan aksi besar-besaran. Karena ini sudah melanggar konstitusi,” kata Hasyim saat ditemui TribunAmbon.com seusai bertemu dengan anggota DPRD Maluku.
Hasyim pun mengajak masyarakat Maluku untuk terus mencermati gejolak RUU Pilkada.
“Kami mengajak seluruh masyarakat Provinsi Maluku untuk bersama-sama memantau permasalahan ini,”
“Kalau tidak, sama saja mendukung pelanggaran konstitusi,” tegas Hasyim.
Ia menjelaskan, aksi unjuk rasa tersebut dipicu oleh hasil rapat DPR RI terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
“Konflik antara revisi UU Pilkada dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 jelas terdapat pada Pasal 40 ayat (I).”
“Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah ketentuan pembatasan kursi diubah lagi oleh Badan Legislasi (Baleg).”
“Selain itu, pasal tersebut menambahkan nomenklatur khusus bagi partai politik yang tidak mempunyai kursi di DPRD,” kata Hasyim.
Diketahui, ratusan mahasiswa tersebut berasal dari sejumlah organisasi seperti BARA Pattimura, Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat dan lainnya.
Hayim mengatakan ada empat poin yang disampaikan dalam aksi tersebut:
1. Mendesak Presiden dan DPR RI untuk segera menghentikan semua tindakan yang melanggar konstitusi.
2. Mendesak Presiden dan DPR RI untuk segera menghentikan pengesahan UU Pilkada dan mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXTI/2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024.
3. KPU akan segera menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024.
4. Meminta DPRD Provinsi Maluku untuk menyampaikan aspirasi masyarakat berkenaan dengan Kontroversi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024.
NewsRoom.id