NewsRoom.id – Aktivis dari Jogja Corruption Watch (JCW) dan Koalisi Aktivis HAM, serta Anti-Corruption Yogyakarta menggelar aksi massa dengan berjalan mundur dari Tugu Pal Putih Jogja menuju Kantor Pos Gondolayu, Jetis, Kota Jogja. Aksi ini bukan tanpa alasan, dan tanpa tujuan.
Aksi ini mereka gelar guna mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus dugaan korupsi yang diduga dilakukan putra dan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Dalam aksinya, massa juga mengirimkan surat resmi kepada pimpinan KPK di Jakarta melalui Kantor Pos. Massa menuntut agar KPK segera memproses hukum terhadap anak cucu Jokowi atas sejumlah kasus.
“(Proses hukum segera) Sebelum 20 Oktober 2024.
“Karena tanggal 20 Oktober 2024 adalah hari terakhir Presiden Jokowi menjabat,” kata Koordinator Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Yudisial JCW, Baharuddin Kamba di sela-sela aksi di Tugu Pal Putih Jogja, Jetis, Kota Jogja, seperti dikutip dari berbagai sumber, Selasa (3/9/2024). “Semoga KPK berani minimal panggil dulu, jangan suruh siapa-siapa,” lanjutnya.
Kasus yang dilaporkan massa ke Komisi Pemberantasan Korupsi itu antara lain kasus dugaan tindak pidana korupsi yang diduga melibatkan mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba yang dalam fakta persidangan kasus pengurusan izin tambang Blok Medan melibatkan Kahiyang Ayu dan suaminya Bobby Nasution Wali Kota Medan.
Kedua, kasus dugaan korupsi gratifikasi, yakni kasus jet pribadi yang menjerat Kaesang Pangarep.
“Diduga kuat berasal dari pengusaha asal Singapura, di mana perusahaan asal Singapura ini sudah memiliki MoU kerjasama dengan Pemerintah Kota Surakarta yang saat itu dipimpin Wali Kota Solo saat itu, Gibran Rakabuming Raka yang merupakan kakak kandung Kaesang Pangarep,” tutur Kamba.
Ketiga, kasus korupsi berupa dugaan gratifikasi, yakni kasus pesawat pribadi yang menjerat Bobby selaku Wali Kota Medan.
Terkait aksi mundur tersebut, Kamba menjelaskan aksi tersebut merupakan simbol kemunduran penegakan hukum di Indonesia jika tuntutan massa diabaikan oleh Komite Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jika KPK tidak berani memanggil Kaesang, maka itu merupakan kemunduran bagi KPK sebagai lembaga antikorupsi,” jelasnya. Tuntutan aksi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mendesak/mengguncang nyali Pimpinan KPK RI untuk memanggil dan memproses secara hukum Kahiyang Ayu, Bobby Nasution, Kaesang Pangarep, dan Gibran Rakabuming Raka sebelum tanggal 20 Oktober 2024.
2. Apabila sampai dengan tanggal 20 Oktober 2024, KPK belum memproses perkara hukum Kaesang Pangarep, Gibran Rakabuming Raka, Bobby Nasution, dan Kahiyang Ayu, maka KPK RI tidak lagi disebut sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, melainkan berubah nama menjadi Komisi Perlindungan Keluarga Ratu Iriana.
Ratu Iriana disebut 'Raja Jawa menurut Bahlil'. KPK telah berubah bentuk menjadi lembaga kerajaan dari 'Raja Jawa menurut Bahlil', bukan lembaga Republik Indonesia.
NewsRoom.id