NewsRoom.id – Mendekati akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi), posisi utang pemerintah tercatat sebesar Rp8.461,93 triliun per 31 Agustus 2024.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang tersebut setara dengan 38,49 persen dari produk domestik bruto (PDB), dengan jumlah tersebut turun tipis 0,47 persen atau sekitar Rp40,76 triliun dari bulan sebelumnya.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Riko Amir mengatakan, penurunan utang tersebut kemungkinan disebabkan oleh pembayaran utang yang jatuh tempo pada periode tersebut.
“Tanggal jatuh temponya tidak di satu titik dalam setahun, itu juga tersebar. Jadi mungkin di bulan itu, ada tanggal jatuh tempo yang sangat besar, sehingga utangnya turun,” kata Riko kepada awak media, Kamis (26/9).
Rasio utang tersebut, kata Riko, masih di bawah batas aman 60 persen dari PDB menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara. Ia berharap rasio utang tetap berada dalam koridor yang menurun.
Sebagai informasi, sebagian besar utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang berkontribusi mencapai 88,07 persen dari total utang atau senilai Rp7.452,56 triliun hingga akhir Agustus 2024. SBN tersebut terdiri atas SBN dalam negeri sebesar Rp6.063,41 triliun dan SBN valas sebesar Rp1.389,14 triliun.
Secara rinci, SBN domestik terbagi atas Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp4.845,68 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp1.217,73 triliun. Sementara itu, SBN valas meliputi SUN senilai Rp1.025,14 triliun dan SBSN sebesar Rp364 triliun.
Selain SBN, 11,93 persen utang pemerintah berasal dari pinjaman dengan total Rp1.009,37 triliun. Pinjaman tersebut terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp39,63 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp969,74 triliun.
NewsRoom.id