NewsRoom.id -Keadilan belum sepenuhnya berpihak pada rakyat jelata. Setidaknya hal ini tercermin dalam kasus warga Bali, I Nyoman Sukena.
I Nyoman Sukena merupakan terdakwa dalam perkara pemeliharaan landak Jawa (Hystrix javanica) yang merupakan satwa dilindungi.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Dia ditangkap karena memelihara dua bayi landak Jawa yang awalnya dipelihara oleh mertuanya.
Namun, ketika ayah mertuanya meninggal, ia memutuskan untuk merawat landak Jawa dan tidak menjualnya.
Bagi pakar hukum Hardjuno Wiwoho, diperlukan keseriusan dalam mewujudkan keadilan bagi semua orang tanpa kecuali. Berkaca pada kasus tersebut, ia mengatakan, Nyoman Sukena yang hanya orang biasa yang tidak tahu dirinya memiliki hewan langka terancam hukuman lima tahun penjara.
“Penegak hukum seringkali tidak berpihak pada rakyat kecil dan lebih berat sebelah kepada mereka yang dekat dengan kekuasaan dan uang,” kata Hardjuno dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/9).
Menurutnya, apa yang terjadi pada Sukena menunjukkan bahwa penegakan hukum lingkungan di Indonesia belum merata.
Hal itu, lanjutnya, sekaligus menegaskan minimnya proporsionalitas dalam penerapan hukum di negeri ini.
“Yang harus ditegaskan adalah asas keadilan, bukan sekadar aturan hitam dan putih yang tercantum dalam undang-undang,” terangnya.
Hardjuno mengatakan, kasus Sukena juga menjadi catatan penting bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan para pihak konservasi terkait sosialisasi regulasi mengenai satwa dilindungi.
“Sosialisasi kepada masyarakat perlu ditingkatkan, agar masyarakat mengetahui regulasi mengenai pemeliharaan satwa yang masuk kategori langka,” ujarnya.
“Tanpa sosialisasi yang memadai, wajar jika masyarakat umum tidak mengetahui aturan ini,” kata Hardjuno.
NewsRoom.id