NewsRoom.id – DH (57), seorang guru di Gorontalo kemungkinan harus menghabiskan masa tuanya di penjara setelah video porno dirinya dan murid-muridnya menjadi viral di media sosial.
DH kini menghadapi hukuman penjara 15 tahun, setelah polisi menetapkannya sebagai tersangka.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Guru di sekolah negeri tersebut sebelumnya dilaporkan paman korban ke Polda Gorontalo.
Kapolda Gorontalo, AKBP Deddy Herman mengatakan, DH memanfaatkan situasi korban karena sudah tidak memiliki orang tua.
Pelaku mengeksploitasi kekosongan dalam diri korban.
Pelaku sengaja menjalin hubungan asmara dengan korban sejak Januari 2022.
“Mereka menjalin hubungan sejak Januari 2022 dan terus menerus melakukan hal seperti dalam video tersebut,” kata AKBP Deddy Herman, dalam jumpa pers di Polda Gorontalo, Rabu (25/9/2024).
Korban sengaja dibuat nyaman, hingga akhirnya hubungan terlarang itu terus berlanjut.
“Modus operandinya adalah hubungan asmara, karena yang bersangkutan merasa pelaku melindungi dan menolongnya, sehingga korban perempuan merasa nyaman,” ujarnya.
Kini DH telah ditetapkan sebagai tersangka dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
DH didakwa berdasarkan undang-undang perlindungan anak dengan hukuman penjara minimal lima tahun dan hukuman penjara maksimal 15 tahun.
“Ancaman hukumannya paling singkat 5 tahun penjara dan paling lama 15 tahun ditambah sepertiga, karena yang bersangkutan berprofesi sebagai pendidik,” ujarnya.
Disabilitas Sebagai Guru
Selain menjadi tersangka, DH juga dinonaktifkan sebagai guru di tempat kerjanya.
“Saya sudah menerbitkan Surat Keterangan (SK) kepada guru yang bersangkutan, menonaktifkan jadwal mengajar, jadi yang bersangkutan sudah tidak punya jadwal mengajar,” kata Rommy Bau, Kepala Sekolah tempat guru dimaksud bekerja, Selasa (24/9/2024).
Menurutnya, urusan mutasi guru bukan ranahnya.
Sebagai Kepala Sekolah, ia hanya dapat menonaktifkan jam mengajar di sekolah yang bersangkutan.
“Terkait mutasi itu bukan ranah kepala sekolah, itu ranah Kementerian Agama,” ujarnya.
Diserahkan ke Kementerian Agama
Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil Kemenag Provinsi Gorontalo, Mahmud Bobihu mengatakan, pihaknya telah menindaklanjuti kasus tersebut.
Kementerian Agama Provinsi Gorontalo telah melakukan BAP terhadap guru PNS yang dimaksud.
Mahmud juga menjelaskan, dirinya telah mencopot guru yang dimaksud dari jabatannya dan memindahkannya ke jabatan terendah dalam struktur Kementerian Agama.
“Kita akan pindahkan, kita akan pindahkan guru yang bersangkutan dari sekolah ke struktur Kementerian Agama,” ujarnya.
Kemudian untuk status ASN guru tersebut, saat ini Kementerian Agama Provinsi Gorontalo tengah menunggu keputusan hukum final yang saat ini tengah diproses oleh kepolisian.
“Semua tahapan sudah kami lakukan, dari PNS sampai aparat penegak hukum juga sudah kami lakukan. Jadi, kami menunggu keputusan dari aparat penegak hukum,” jelasnya.
“Jika yang bersangkutan terbukti bersalah oleh penegak hukum, maka itu lain ceritanya, itu proses hukum,” katanya.
Sebelumnya, beredar video berdurasi 5,48 detik di media sosial yang memperlihatkan adegan tidak senonoh antara seorang guru dan seorang siswa di sebuah rumah kos di Kabupaten Gorontalo.
Setelah itu kasus tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian hingga akhirnya guru tersebut dipanggil dan menjadi tersangka.
Aktivis Perempuan Minta Tak Sebarkan Video Tak Senonoh
Aktivis perempuan Gorontalo Asri Nadjmudin mengajak semua pihak untuk berempati terhadap siswa yang menjadi korban kekerasan seksual oleh guru.
Menurutnya, video anak di bawah umur tidak pantas untuk disebarluaskan, apalagi jika wajahnya terlihat jelas.
“Ini sudah beredar luas, dan sampai hari ini belum ada yang merilis dari pihak berwajib. Masyarakat melihat ini sebagai kasus asusila biasa,” kata Asri seperti dilansir TribunGorontalo.com, Selasa (24/9/2024).
Ia pun mengajak semua pihak untuk berempati terhadap anak di bawah umur.
“Para siswa ini sebetulnya sudah masuk kategori anak-anak, jadi ini bukan lagi kasus biasa,” ujarnya.
Asri menegaskan, lembaga pendidikan berkewajiban melindungi anak.
Karena itu, ia mengaku tidak setuju apabila pihak sekolah mengeluarkan siswa yang terlibat kasus asusila.
Menurutnya, keputusan mengeluarkan siswa bukanlah solusi. Keputusan itu justru membuat anak-anak makin stres.
Selain itu, pelaku lainnya adalah seorang guru sekolah.
“Sekolah memang punya kewenangan untuk mengeluarkan, tapi jangan mengeluarkan siswa dulu. Apa yang akan dilindungi, nama baik sekolah atau apa?” katanya.
Ia pun meminta masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial.
Demikian pula orang tua harus memperhatikan anak-anaknya.
“Anak-anak harus diajarkan tentang batasan dalam bersosialisasi dengan orang lain. Beri tahu mereka bahwa tidak seorang pun boleh menyentuh tubuh dan alat kelamin mereka.”
“Jika ia mengalami sesuatu yang tidak mengenakkan dari orang dewasa, seperti mendengar lelucon seksual atau dipaksa menonton pornografi, doronglah ia untuk menceritakannya,” jelasnya.
Saat ini, kata Asri, banyak anak di bawah umur yang belum menyadari tanda-tanda kekerasan seksual (child grooming).
Jika anak-anak diajarkan untuk berbicara terbuka dengan orang tuanya, hubungan mereka dapat lebih mudah dipertahankan.
“Banyak anak yang tidak sadar bahwa dirinya telah menjadi korban child grooming. Jadi, jika ia berani bercerita tentang kejadian yang menimpanya, dan itu mengarah pada child grooming, hadapilah dengan tenang dan bijak,” pungkasnya.
NewsRoom.id