NewsRoom.id – Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri mengajak pemerintah negara-negara di dunia untuk segera menyusun undang-undang internasional yang mengatur pemanfaatan Kecerdasan Buatan (AI). Megawati menegaskan risiko AI jika disalahgunakan oleh aktor non-negara (Non-State Actors).
Hal itu disampaikannya dalam kuliah umum bertajuk “Tantangan Geopolitik dan Pancasila sebagai Jalan Menuju Tatanan Dunia Baru”. Ceramah tersebut disampaikan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-300 Universitas Saint Petersburg, Rusia, Senin (16/9/2024).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Hadir sebagai peserta adalah ratusan mahasiswa dari Universitas Saint Petersburg dan komunitas akademik kampus.
Menurut Megawati, dunia kini dihadapkan pada permasalahan yang semakin kompleks, tidak stabil, penuh ketidakpastian, dan berpotensi meningkatkan eskalasi konflik.
“Potensi terjadinya konflik harus segera diredam, termasuk akibat penyalahgunaan kemajuan teknologi, termasuk kecerdasan buatan,” kata Megawati.
Ia mengakui bahwa perkembangan teknologi di satu sisi telah membawa kemajuan untuk meningkatkan standar hidup.
“Namun jangan lupa di sisi lain, teknologi yang digunakan untuk senjata pemusnah massal dapat menghancurkan peradaban,” kata Ibu Mega yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Baginya, situasi inilah yang menyebabkan persoalan geopolitik menjadi semakin kompleks, multipolar, multiaktor, dan mempunyai spektrum yang lebih luas karena munculnya aktor non-negara.
Megawati menjelaskan, potensi konflik juga terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan nasional dan perebutan penguasaan sumber daya. Konflik juga dipicu oleh identitas agama, etnisitas, dan lahirnya berbagai ideologi baru. Semua itu memunculkan konflik asimetris yang bersifat radikal, anti kemapanan, rasial, dan pengaruhnya melintasi batas negara.
Selain itu, ancaman penggunaan senjata kimia dan biologi juga semakin mengkhawatirkan.
Pada titik itu, Megawati menyatakan perlu mencermati keterlibatan aktor-aktor “Non-State”. Sebab, menurutnya, setiap negara setidaknya memiliki paradigma ideal bagi negaranya dalam posisi internasionalnya.
“Tetapi apakah hal yang sama berlaku bagi aktor non-negara? Bagaimana jika kemajuan Kecerdasan Buatan terkait persenjataan modern yang membahayakan keselamatan manusia dikendalikan oleh aktor non-negara?” kata Megawati.
“Menurut saya, yang harus segera dilakukan adalah hukum internasional harus mengatur hal ini. Semua potensi konflik harus diredam melalui hukum internasional,” tegas Megawati.
Namun, Megawati juga mengingatkan agar hukum internasional dibangun dengan semangat kesetaraan. Bukan berdasarkan semangat dominasi suatu negara besar terhadap negara lain di dunia.
Untuk memberikan pemahaman atas gagasannya, ia mengingatkan dunia akan apa yang telah digagas oleh Bung Karno, Sang Proklamator Republik Indonesia, melalui Pidatonya pada tanggal 30 September 1960 di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pidatonya, “Membangun Dunia Baru”, yang menurutnya dapat diangkat kembali.
Dengan pidato tersebut, Pertama, Bung Karno menyerukan agar lembaga PBB direformasi melalui demokratisasi dan penghormatan terhadap persamaan hak antarbangsa.
Kedua, Bung Karno meminta agar Dewan Keamanan PBB ditata ulang agar lebih efektif dalam menangani konflik.
Ketiga, pemindahan markas besar PBB ke negara yang tidak terlibat dalam konflik. Keempat, pencantuman prinsip-prinsip Pancasila dalam Piagam PBB.
Baginya, pidato Bung Karno mengkritik konflik dunia yang tak kunjung berakhir. Keprihatinan terhadap sistem internasional yang “semakin bergeser ke arah perang hegemonik dan melupakan pentingnya solidaritas sosial dan kemanusiaan.”
Artinya, hukum internasional yang dibangun atas dasar AI tidak boleh menjadi alat baru dalam membangun hegemoni negara tertentu di dunia.
“Saya juga makin prihatin dengan munculnya kolonialisme gaya baru melalui pemanfaatan kekuatan ekonomi, keunggulan pangan, dan teknologi, serta hukum internasional sebagai alat membangun hegemoni,” tegas Megawati.
Turut mendampingi Megawati dalam kuliah umum di Universitas St. Petersburg adalah Duta Besar Bidang Pendidikan, Sains, dan Teknologi Dunia untuk Universitas St. Petersburg, Prof. Connie Rahakundini Bakrie. Hadir pula Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Jose Tavares, yang mendengarkan kuliah umum tersebut.
NewsRoom.id