NewsRoom.id – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berharap tidak ada serangan balik dari pihak mana pun terhadap pelapor dugaan tindak pidana korupsi pengadaan peluncur proyektil merica atau peluncur gas air mata tahun anggaran 2022 dan 2023 di lingkungan Polri.
Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum Pengurus YLBHI, Muhamad Isnur usai membuat laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama 17 lembaga lainnya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian, Selasa (2/9).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Menurut Isnur, laporan yang disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dijamin dan dilindungi undang-undang.
“Tidak boleh ada ancaman, kriminalisasi, atau serangan balik terhadap pelapor,” kata Isnur kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (2/9).
Isnur mengatakan, sebelum menyampaikan laporan KPK, pihaknya juga sudah berupaya meminta verifikasi, namun tidak direspons Polri dengan anggapan informasi tersebut merupakan informasi rahasia terkait pengadaan dimaksud.
“Ketiga, gas air mata dalam konteks polisi yang bertugas di lapangan tidak boleh lagi digunakan. Ini berbahaya. Banyak negara lain yang melarangnya. Kenapa? Karena penggunaannya tidak pernah diaudit,” pungkas Isnur.
Dalam laporannya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan 3 dugaan kejanggalan, yakni dugaan kolusi tender, indikasi penggelembungan nilai mencapai Rp26 miliar, dan dugaan keterlibatan anggota Polri atau hubungan antara anggota Polri dengan perusahaan pemenang tender.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Trend Asia, YLBHI, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Kontras, LBH Pers, Safenet, ICJR, PSHK, AJI Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, Remotivi, PBHI, HRWG, Greenpeace Indonesia, Yayasan Kurawal, dan BEM PTMA-I Zona 3.
NewsRoom.id