Pertemuan Kepala Pemerintahan Persemakmuran tahun 2024, yang diadakan di Samoa, memunculkan seruan baru untuk reparasi perdagangan budak transatlantik. Para pemimpin Karibia, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Barbados Mia Mottley, telah menegaskan kembali tuntutan agar Inggris bertanggung jawab atas masa lalu kolonialnya dan menawarkan reparasi. Dalam pidatonya di PBB, Mottley menekankan pentingnya “keadilan reparatoris,” dan menekankan bahwa warisan perbudakan terus berdampak pada negara-negara bekas jajahan secara ekonomi dan sosial.
Mottley sangat vokal dalam mengadvokasi kompensasi finansial, dengan menyebutkan perkiraan utang Inggris ke negara-negara Karibia sebesar $261 miliar. Dia bertemu dengan Raja Charles III awal bulan ini, mengakui pemahamannya tentang pentingnya perdebatan tersebut. Raja Charles telah menyatakan penyesalan pribadi atas peran Inggris dalam perdagangan budak di masa lalu, namun diskusi formal mengenai reparasi masih belum ada dalam kebijakan resmi Inggris.
Sikap Inggris terhadap Reparasi
Meskipun ada tekanan internasional yang meningkat, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dengan tegas menolak memasukkan topik reparasi ke dalam agenda KTT Persemakmuran. Downing Street menegaskan kembali sikap ini, dengan menyatakan, “Kami tidak membayar reparasi.” Perlawanan Inggris sejalan dengan posisi pemerintahan Konservatif sebelumnya, yang secara konsisten menentang pembayaran reparasi formal. Mantan Perdana Menteri Rishi Sunak sebelumnya menyatakan bahwa menyelidiki sejarah Inggris dengan cara seperti ini bukanlah cara yang produktif.
Namun, anggota parlemen Partai Buruh Bell Ribeiro-Addy, ketua kelompok parlemen semua partai yang membahas reparasi di Afrika, berpendapat bahwa Inggris memiliki “kewajiban moral” untuk mengatasi ketidakadilan historis yang terjadi selama era kolonial. Dia menunjukkan bahwa pemerintah lain dan lembaga internasional telah mengakui peran mereka dan dampak rasisme dan pemiskinan.
Meningkatnya Tekanan dari Persemakmuran
Selama pertemuan puncak tersebut, isu reparasi diperkirakan akan menjadi topik diskusi utama, dan beberapa pemimpin Persemakmuran menyatakan dukungan mereka terhadap tuntutan tersebut. Para pemimpin dari Ghana, Lesotho, dan Gambia—semuanya adalah calon Sekretaris Jenderal Persemakmuran berikutnya—telah menyuarakan komitmen mereka untuk memajukan agenda reparasi. Negara-negara Karibia, bersama dengan negara-negara Afrika lainnya, sedang mengupayakan penghitungan komprehensif mengenai dampak kolonialisme Inggris. Dorongan untuk melakukan reparasi semakin intensif dalam beberapa tahun terakhir melalui gerakan global Black Lives Matter, yang memicu kembali perdebatan mengenai ketidakadilan dalam sejarah dan dampaknya pada masa kini. Para pendukungnya berpendapat bahwa tanpa langkah-langkah reparasi yang berarti, kesenjangan yang mengakar akibat eksploitasi kolonial akan terus berlanjut.
Melihat ke Depan: Debat yang Sedang Berlangsung
Tuntutan untuk reparasi telah menjadi isu yang sudah lama ada di Persemakmuran, namun dengan meningkatnya tuntutan akan akuntabilitas, Inggris menghadapi tekanan yang semakin besar untuk mengatasi warisan kolonialnya. Meskipun para pemimpin Karibia seperti Mia Mottley terus memimpin tuntutan tersebut, penolakan tegas pemerintah Inggris menunjukkan bahwa perdebatan mengenai reparasi akan terus berlanjut selama bertahun-tahun yang akan datang. Para analis percaya bahwa jika Inggris tetap diam, hal ini berisiko memperburuk hubungannya dengan negara-negara Persemakmuran yang terus bergulat dengan dampak jangka panjang dari perdagangan budak trans-Atlantik.
Dorongan baru ini tidak hanya menyoroti seruan untuk melakukan reparasi tetapi juga semakin besarnya momentum di balik peninjauan kembali ketidakadilan historis kolonialisme. Ketika negara-negara ini menuntut pengakuan dan keadilan reparatif, KTT Persemakmuran di Samoa berfungsi sebagai pengingat bahwa sejarah dan konsekuensinya terus mempengaruhi politik global saat ini.
(fungsi(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)(0);
jika (d.getElementById(id)) kembali;
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “//connect.facebook.net/tr_TR/sdk.js#xfbml=1&version=v3.2”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(dokumen, 'skrip', 'facebook-jssdk'));
NewsRoom.id