NewsRoom.id – Sejumlah menteri Kabinet Merah Putih dipanggil Presiden Prabowo Subianto ke Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/10/2024) sore.
Turut hadir di Istana Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, Menteri Investasi Rosan Roeslani, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto, Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, dan lainnya.
Selain itu, turut hadir Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pertemuan yang digelar merupakan rapat internal yang salah satunya membahas permasalahan perekonomian.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Jatuh, Turun 5 Persen Setelah Iran Sebut Serangan Israel Seperti Kembang Api
“Dalam rapat internal, setelah rapat saya akan sampaikan bahwa (subsidi) salah satunya,” kata Airlangga.
Hal serupa juga disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli. Dia mengatakan pertemuan itu dilakukan untuk membahas program subsidi.
“Iya salah satunya (subsidi),” ujarnya.
Harga bahan bakar diturunkan
Pemerintah diminta menurunkan harga BBM bersubsidi dan non-subsidi di tengah anjloknya harga minyak dunia dan upaya menjaga daya beli masyarakat.
Ekonom Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, penyesuaian harga BBM tidak hanya mencerminkan perubahan harga pasar, tetapi juga penting untuk menjaga daya beli masyarakat yang menurun.
Selain itu, langkah ini dapat membantu sektor industri yang tertekan dan mengimbangi tekanan deflasi yang sedang berlangsung.
Penurunan harga BBM secara langsung akan membantu memulihkan daya beli masyarakat. “Hal ini juga dapat menjaga stabilitas perekonomian dan memberikan ruang bagi industri untuk tumbuh dalam kondisi permintaan yang lemah dan indeks PMI yang menunjukkan pelemahan,” kata Achmad, dikutip Rabu (30/10/2021). 2024 ).
Achmad menjelaskan, ada beberapa pertimbangan sebaiknya harga BBM di dalam negeri diturunkan.
Pertama, harga minyak mentah dunia dalam beberapa waktu terakhir mengalami penurunan yang cukup signifikan, terutama West Texas Intermediate (WTI) dan Brent.
Pada Oktober 2024, harga WTI turun 6 persen dalam sehari, mencapai level terendah sejak awal Oktober di kisaran USD 67 per barel.
“Penurunan harga ini disebabkan oleh lemahnya permintaan global dan kondisi geopolitik di Timur Tengah yang mulai mereda,” jelasnya.
Dengan turunnya harga minyak dunia, kata Achmad, maka biaya pengadaan bahan bakar di dalam negeri juga ikut menurun. Idealnya, penurunan tersebut tercermin pada harga jual bahan bakar minyak, baik bersubsidi maupun non-subsidi, di dalam negeri.
Kedua, daya beli masyarakat Indonesia mengalami penurunan yang signifikan terlihat dari angka deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut.
Menurut dia, kondisi ini menandakan banyak konsumen yang kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, sementara harga bahan bakar yang tinggi membuat keadaan semakin buruk.
Penurunan harga BBM akan berdampak langsung pada peningkatan daya beli masyarakat, karena biaya transportasi dan logistik akan lebih rendah. Hal ini akan menstabilkan harga kebutuhan pokok dan membantu masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-hari, ujarnya.
Ketiga, tingginya harga bahan bakar menimbulkan beban biaya tambahan bagi sektor industri, terutama industri yang sangat bergantung pada bahan bakar, seperti transportasi, logistik, dan manufaktur.
Achmad mengatakan, di tengah kondisi perekonomian global yang lemah dan permintaan yang menurun, sektor industri menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan profitabilitas namun tetap memenuhi kebutuhan operasional.
Penurunan harga bahan bakar akan mengurangi biaya operasional perusahaan dan memberikan ruang bagi industri untuk beroperasi lebih efisien.
“Hal ini juga membantu menjaga harga produk lebih stabil dan menghindari pengurangan produksi atau PHK. “Dengan harga BBM yang lebih rendah, sektor industri bisa lebih kompetitif, meningkatkan kapasitas produksi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif,” kata Achmad.
Keempat, deflasi yang berlangsung selama lima bulan berturut-turut menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam struktur perekonomian saat ini. Penurunan harga ini disebabkan oleh menurunnya permintaan konsumen.
Kondisi ini dapat menjadi ancaman serius terhadap pertumbuhan ekonomi, karena konsumen dan perusahaan akan menahan pengeluaran dan investasinya. Hal ini selanjutnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Kelima, Indeks Manajer Pembelian (PMI) Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan tren menurun yang mencerminkan penurunan aktivitas sektor manufaktur dan industri secara keseluruhan. Tren tersebut mengindikasikan melemahnya sektor industri yang cukup mengkhawatirkan.
Indeks PMI yang lebih rendah menunjukkan bahwa sektor-sektor utama mengalami penurunan pesanan dan produksi baru. Dengan menurunkan harga BBM, pemerintah bisa memberikan stimulus bagi sektor industri.
Penurunan harga bahan bakar ini juga dapat membantu menjaga biaya produksi pada tingkat yang lebih kompetitif. Sehingga sektor manufaktur dapat kembali bergairah dan berkontribusi positif terhadap perekonomian.
Keenam, tingginya harga BBM membuat ketergantungan masyarakat terhadap BBM bersubsidi semakin besar. Dengan menurunkan harga BBM non-subsidi, masyarakat dapat beralih ke BBM non-subsidi dengan beban yang lebih ringan.
Ketujuh, dalam kondisi perekonomian global yang tidak menentu, konsumsi domestik mempunyai peran penting sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Kedelapan, penurunan harga BBM juga sejalan dengan upaya pemerintah memulihkan perekonomian pasca pandemi.
Kesembilan, penurunan harga BBM akan meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan langkah ini sebagai strategi menjaga keseimbangan perekonomian di tengah ketidakpastian global dan tantangan domestik yang ada,” ujarnya
NewsRoom.id