NewsRoom.id – Pakar hukum tata negara Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr Muhammad Fauzan, meyakini Presiden Terpilih Prabowo Subianto bisa mengajukan dua calon wakil presiden ke MPR menggantikan Gibran Rakabuming Raka.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Hal ini dapat terjadi dalam dua kondisi. Pertama, gugatan PDIP dikabulkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Kedua, Gibran memutuskan menerima hasil PTUN.
“Iya menurut saya begitu, kalau Gibran tidak menerimanya, berarti Prabowo memilih dua orang untuk mencalonkan dia menjadi anggota MPR,” kata Fauzan saat dihubungi Ini.com, Rabu (9/10/2024).
Fauzan mengatakan, dua calon wakil presiden yang diajukan Prabowo ke MPR harus berasal dari kader partai pengusung yakni Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Koalisi Indonesia Maju (KIM) merupakan gabungan partai politik yang terdiri dari 10 partai politik, empat partai politik parlemen yaitu Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat, empat partai non-parlemen yaitu PBB, Partai Gelora Indonesia, PSI, Partai Garuda, satu partai lokal yakni Partai Aceh, dan satu partai nonpeserta Pemilu 2024 yakni PRIMA.
Oleh karena itu, bagi Fauzan, politikus PDIP Puan Maharani yang merupakan pendukung Ganjar Pranowo – Mahfud MD atau penentang koalisi KIM tidak bisa dicalonkan oleh Prabowo. Padahal ia digadang-gadang menjadi pengganti Gibran.
Kandidatnya dari koalisi partai yang mencalonkan kemarin (KIM), kata Fauzan.
Gugatan PDIP terkait Gibran
Diketahui, PTUN Jakarta akan memutus gugatan PDIP ke KPU pada Kamis (10/10/2024).
Kuasa hukum PDI Perjuangan, Gayus Lumbuun, menyatakan yakin Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta berwenang mengadili gugatan KPU RI terkait perbuatan melawan hukum pada Pilpres 2024.
“Salah (kalau PTUN tidak punya kewenangan) karena kita tidak (mempertanyakan) penghitungan suara, tapi kita menantang tindakan atau perbuatan yang dilakukan atau tidak dilakukan masyarakat, itu konsep TUN,” kata Gayus saat ditemui. usai sidang di PTUN Jakarta, Kamis.
Gayus menegaskan, gugatan yang terdaftar dengan Nomor Perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT berbeda dengan gugatan perselisihan pemilu di Mahkamah Konstitusi dan di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Gugatan kami merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan penyelenggara (pemilu), kata Gayus.
Ia menjelaskan, pihaknya mempertanyakan perbuatan melawan hukum saat KPU RI melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, yakni tentang syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Saat itu, tambahnya, KPU tidak mematuhi Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur bahwa tindak lanjut putusan MK dilakukan oleh DPR atau Presiden.
Ketua KPU sebelumnya (Hasyim Asy'ari, red.) mengirimkan keputusan (MK) atau permintaan untuk menjadikannya peraturan hukum kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). Haknya dialihkan sesuai undang-undang, yakni ke DPR, ujarnya.
Namun, menurut Gayus, KPU belum menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 untuk dituangkan dalam Peraturan KPU melalui DPR terlebih dahulu.
“Saya menilai hal ini merupakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh penyelenggara negara dengan kewenangannya dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat karena tidak menaati hukum,” ujarnya.
Dalam hal ini, PDIP meminta PTUN Jakarta menyatakan tindakan KPU sebagai penyelenggara pemilu 2024, pada pemilu presiden dan wakil presiden, merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad).
Tindakan KPU yang dipersoalkan PDIP bukan berarti menolak pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden peserta Pemilu 2024.
Dalam petitumnya, PDIP juga meminta agar PTUN mewajibkan KPU untuk tidak melakukan tindakan administratif pemerintahan sepanjang berkaitan dengan kepentingan pelantikan Wakil Presiden Terpilih periode 2024-2029 atas nama Rakabuming Raka.
Jika gugatan tersebut dikabulkan, tambah Gayus, kemungkinan besar hanya Prabowo Subianto yang akan diangkat menjadi Presiden RI 2024-2029, sedangkan wakil presiden dipilih berdasarkan mekanisme di MPR.
“Bisa saja begitu, karena Pak Prabowo tidak ada cacatnya, Pak Prabowo tidak ada yang salah. Tapi soal MPR silakan saja, MPR tidak hanya punya pimpinan, MPR punya seluruh rakyat Indonesia, ”ujarnya.
NewsRoom.id