NewsRoom.id – Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Budiman Sudjatmiko, menyampaikan pandangannya usai retret atau pembekalan 'cara militer' yang diterapkan Presiden Prabowo Subianto kepada Kabinet Merah Putih (KMP) di Akademi Militer ( Akmil), Magelang, Jawa Tengah.
Budiman yang merupakan aktivis tahun '98 dan diculik aparat pada masa Orde Baru, kini mengenakan seragam ala militer saat mengikuti retret di Akademi Militer. Saat ditanya apakah ada konflik batin atau tidak, pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini pun berargumen tentang perbedaan tentara rezim otoriter dan rezim demokratis.
“Perbedaan antara tentara rezim otoriter dan rezim demokratis itu berbeda. Jika dulu tentara digunakan untuk politik praktis, kini setiap negara wajib memiliki tentara. Di tengah konflik geopolitik seperti ini, kalau kita tidak punya tentara. “Kita punya tentara, kita tidak bisa bela negara,” kata Budiman saat ditemui di Bandara Adisutjipto, Sleman usai menuntaskan retret di Akademi Militer, Minggu (27/10).
“Kalau negara tidak bisa dipertahankan, maka demokrasi tidak bisa dipertahankan, jadi jangan terlalu gegabah (generalisasi). Harus pelajari sejarah, ada evolusi, prajurit di era rezim otoriter dan prajurit di negara demokrasi itu berbeda. , lanjut mantan politikus PDIP itu.
Ia pun mencontohkan, pada rezim otoriter tentara dikerahkan untuk memilih partai politik (partai politik) tertentu. Atau Fraksi ABRI yang sudah tidak ada lagi di negara demokrasi.
Budiman juga menegaskan, tugas aktivis prodemokrasi setelah demokrasi tercapai adalah melakukan modernisasi angkatan bersenjata sesuai pandangan ilmuwan politik AS, Samuel Huntington.
Bukan menjadi antek tentara, yang kita tolak adalah militerisme, otoritarianisme, tentara dibutuhkan di negara modern, tegasnya.
Apalagi, kata Budiman, seragam yang dikenakannya merupakan seragam Komando Cadangan (Komcad), yang menurutnya merupakan bagian dari doktrin pertahanan rakyat semesta dan tidak ada kaitannya dengan militerisme. Termasuk seluruh kegiatan di Akademi Militer.
Kegiatan demonstrasi saat dirinya mundur, kata Budiman, hanya bertujuan untuk lebih disiplin dan bukan untuk memiliterisasi pemerintah.
“Saya kira tidak benar kalau (mundur) ini bersifat militeristik, saya kira di banyak tempat tim-tim sepak bola juga melakukan aksi unjuk rasa biasa, kami tidak ada latihan menembak, unjuk rasa biasa di sekolah tidak bersifat militeristik,” ujarnya.
Budiman bukan satu-satunya aktivis '98 di pemerintahan Prabowo yang mengikuti retret 'metode militer' di Akmil. Ada Nezar Patria yang saat ini menjabat Wakil Menteri Komunikasi dan Digital.
Budiman mengatakan, dirinya dan Nezar tidak saling membicarakan kondisi masing-masing saat menjadi aktivis sebelum dan saat bergabung dengan pemerintahan.
“Iya cuma bercanda, bercandanya dunia sedang berubah, sejarah sedang berubah dan jika kita tidak berubah, jika kita tidak melihat tantangan baru maka kita hanya mengikuti agenda orang lain yang meminta kita untuk berpikir. masa lalu. , ”katanya.
“Setiap 25 tahun, setiap negara harus mengubah agenda prioritasnya, agenda kita dulu kebebasan, sekarang persatuan dan kedaulatan, dan pemberantasan kemiskinan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menjelaskan alasannya menerapkan “cara militer” kepada para menteri Kabinet Merah Putih melalui pelatihan di Akademi Militer (Akmil) Magelang.
Prabowo ingin menyelaraskan kedisiplinan dan loyalitas para menteri terhadap bangsa dan negara. Ia membantah ingin membentuk kabinet militeristik.
“Saya tidak bermaksud menjadikan Anda militeristik, itu salah, bukan itu. “Cara militer banyak ditiru oleh pemerintah, khususnya perusahaan,” kata Prabowo dalam pidatonya di Akmil Magelang, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (25/10).
Prabowo mengatakan inti dari “cara militer” adalah disiplin. Selain itu, ia menekankan kesetiaan terhadap bangsa dan negara. Prabowo mengaku sudah bersumpah membela bangsa dan negara. Dia ingin para menteri melakukan hal yang sama.
NewsRoom.id