Dia menandatangani atas nama negara

- Redaksi

Senin, 27 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

– Beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh membuat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto pusing.

Pemerintah memastikan tidak ikut membiayai beban utang mobil cepat ke China.

Diketahui, proyek Whoosh menghasilkan utang dengan nilai yang fantastis, mencapai lebih dari Rp 100 triliun dan membebani BUMN seperti PT KAI (Persero) sebagai salah satu pemegang saham utama.

Kereta berkecepatan tinggi yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 ini mengalami pembengkakan biaya sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp. 19,54 triliun, dari rencana biaya awal sebesar 6,07 miliar dollar AS.

Dengan demikian, total investasi proyek Whoosh mencapai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 116 triliun.

Untuk membiayai investasi sebesar 7,2 miliar dolar AS (Rp 116 triliun) pada proyek ini, 75 persen di antaranya berasal dari pinjaman China Development Bank.

Baca juga: Sambil Tunggu Informasi Mahfud MD, KPK Selidiki Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat era Jokowi

Sedangkan sisanya berasal dari penyertaan modal pemegang saham yaitu PT KCIC yang merupakan gabungan PSBI (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

Proyek Whoosh digadang-gadang menjadi salah satu proyek ambisius dan mercusuar pada masa pemerintahan mantan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi).

Usai beban berat proyek kereta cepat ini terungkap, nama Jokowi pun ikut terseret dan dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.

Lantas, benarkah Jokowi harus menanggung utang untuk proyek ini?

Tidak bisa dibebankan hanya kepada Jokowi

Pakar kebijakan publik Universitas Diponegoro (UNDIP) Teguh Yuwono mengatakan, ketika suatu proyek pemerintah diluncurkan dan dilaksanakan, sifatnya kelembagaan.

Pihak yang menandatangani proyek tersebut bukan lagi perorangan, melainkan atas nama negara atau pemerintah.

Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam acara On Focus yang diunggah di kanal YouTube Tribunnews, Rabu (22/10/2025).

Perlu diketahui, dalam sistem pemerintahan kita, ketika negara atau pemerintah mengambil keputusan, maka keputusan itu bersifat institusional, kata Teguh.

“Kalau ada yang (pejabat publik) menandatangani sesuatu, itu atas nama negara, atas nama pemerintah. Jadi pihak-pihak (yang menandatangani) bukan orang perseorangan.”

“Jadi, menurut saya, ada masyarakat yang salah memahami tata kelola pemerintahan. Seharusnya yang menandatangani kontrak itu harusnya kontrak kelembagaan atau institusional.”

“Ekstremnya seperti kasus IKN (Ibu Kota Nusantara). IKN sudah diproklamirkan, ditandatangani oleh presiden sebagai kepala negara, jadi presiden selanjutnya juga tetap terikat dengan tanda tangan kontrak tersebut.”

Lebih lanjut, Teguh menilai proyek KCJB alias Whoosh sifatnya sama, yakni kelembagaan atas nama negara.

Apalagi, proyek tersebut dibangun untuk meningkatkan kualitas layanan transportasi.

Dengan demikian, masing-masing pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya tidak bisa lagi dipandang sebagai individu.

“Dalam kasus Kereta Cepat Jakarta Bandung, proses yang dilakukan sebenarnya berbasis kelembagaan. Jadi, bukan perorangan, misalnya orang A, orang B, orang C, itu pihak swasta, atau pihak negara,” kata Teguh.

“Yang terjadi di negara kita adalah pemerintah mengambil inisiatif dan kemudian memutuskannya sebagai proyek yang didanai untuk meningkatkan pelayanan di sektor transportasi Jakarta-Bandung guna mengurangi kemacetan dan meningkatkan kualitas pelayanan.”

“Itu harus didasarkan pada fungsi kenegaraan.”

Oleh karena itu, Teguh menegaskan, persoalan siapa yang harus bertanggung jawab atas utang Whoosh tidak bisa dilontarkan kepada individu seperti Jokowi sebagai presiden atau hanya Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan RI saat itu.

Jadi bukan berarti karena ditandatangani Pak Jokowi, maka Jokowi harus bertanggung jawab. Seolah-olah semua beban dikembalikan ke Jokowi, jelas Teguh.

“Sebenarnya sudah banyak pihak yang menandatangani proyek ini. Bahkan konsorsiumnya, KCIC, Kereta Cepat Indonesia-China.”

Artinya (proyek Whoosh dijalankan) melalui beberapa pilar dan pilar-pilar tersebut harus dilakukan secara institusional, bukan individual.

“Jadi misalnya Menteri Keuangan RI waktu itu Sri Mulyani, maka ini salah Sri Mulyani. Bukan begitu.”

“Siapa pun yang menjadi menteri secara ex officio juga harus bertanggung jawab karena ini atas nama negara.”

Proyek Whoosh Bersifat Kelembagaan, Presiden Kini Juga Bertanggung Jawab

Menurutnya, proyek Whoosh juga menjadi tanggung jawab Presiden Indonesia Prabowo Subianto yang kini menggantikan Jokowi.

Teguh menambahkan, jika dilanjutkan, proyek-proyek yang bersifat institusional atau mengatasnamakan negara akan selalu mengikat siapa pun yang menjadi presiden.

“Ini yang kadang tidak kita lihat, bahwa ketika manajemen pemerintahan dikembangkan atau dilaksanakan, siapapun yang menandatanganinya, apalagi kontraknya berseri (5, 10 atau 20 tahun ke depan) seperti IKN, itu mengikat presiden,” kata Teguh.

“Apalagi kalau sudah diundangkan, siapa pun presidennya. Ya, walaupun saat ini Presiden Prabowo tidak terlalu intens ke sana, tapi dia terikat kewajiban kelembagaan, begitu juga dengan kasus KCJB, kira-kira begitulah pengaturan pengambilan kebijakannya.”

Bom Waktu Utang Whoosh

Proyek KCJB alias Whoosh dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia/PSBI) dengan saham 60 persen dan konsorsium China melalui Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen saham).

PSBI sendiri dipimpin oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan pangsa pasar 58,53 persen, disusul Wijaya Karya (33,36 persen), PT Jasa Marga (7,08 persen), dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII (1,03 persen).

Sedangkan komposisi pemegang saham Beijing Yawan HSR Co. Ltd terdiri dari CREC 42,88 persen, Sinohydro 30 persen, CRRC 12 persen, CRSC 10,12 persen, dan CRIC 5 persen.

Proyek Whoosh kini menjadi sorotan karena utangnya sebesar Rp 116 triliun menjadi beban berat bagi konsorsium BUMN Indonesia, khususnya PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pimpinan konsorsium PSBI.

Bahkan, utang proyek Whoosh dianggap bom waktu.

Proyek yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 ini mengalami pembengkakan biaya sebesar 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp. 19,54 triliun, dari rencana biaya awal sebesar 6,07 miliar dollar AS.

Dengan demikian, total investasi proyek Whoosh mencapai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 116 triliun.

Untuk membiayai investasi sebesar 7,2 miliar dolar AS pada proyek ini, 75 persen di antaranya berasal dari pinjaman China Development Bank.

Sedangkan sisanya berasal dari penyertaan modal pemegang saham yaitu PT KCIC yang merupakan gabungan PSBI (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

Whoosh yang notabene merupakan program kebanggaan Jokowi, jelas memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero).

Hutang untuk membiayai proyek Whoosh menyebabkan PSBI mencatatkan kerugian sebesar Rp 1,625 triliun pada semester I 2025.

Karena merupakan pimpinan konsorsium PSBI, PT KAI (Persero) menanggung porsi kerugian terbesar yakni Rp 951,48 miliar per Juni 2025 dibandingkan tiga BUMN anggota konsorsium PSBI lainnya.

Dengan demikian, beban yang ditanggung PT KAI (Persero) sangat berat, baik berupa biaya operasional kereta kecepatan tinggi maupun pembayaran utang.

Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin bahkan menyebut besarnya utang proyek Whoosh ibarat bom waktu sehingga pihaknya akan berkoordinasi dengan BPI Danantara untuk menanganinya.

“Kita akan koordinasi dengan Danantara soal KCIC ini, kita juga akan mendalaminya. Ini bom waktu,” kata Bobby dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).

Pelonggaran utang

Bungkamnya Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa menyebabkan China melonggarkan utang kereta cepatnya yang belakangan menuai polemik di kalangan masyarakat Indonesia.

Sebelumnya, PT KAI mengeluh terus merugi karena terbebani utang kereta cepat yang setiap tahunnya cukup mahal.

Pasalnya, pendapatan kereta cepat Jakarta-Bandung tidak mampu menutupi utang modal yang telah disepakati sebelumnya dengan China.

Imbasnya, PT KAI terus mangkrak membayar kekurangan cicilan utang kereta cepat.

Dari situlah muncul inisiatif untuk membayar utang kereta cepat menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun hal itu langsung dibantah oleh Bendahara Negara Purbaya.

Purbaya mengaku tak mau mengeluarkan uang negara sepeser pun untuk melunasi utang kereta cepat tersebut karena sejak awal perjanjiannya bersifat business to business (b2b).

Pernyataan Purbaya kemudian menimbulkan kegaduhan di dalam negeri. Hingga menggali luka proyek kereta berkecepatan tinggi yang sejak awal dikabarkan bermasalah.

Pasca gejolak tersebut, Danantara dikabarkan berangkat ke China untuk melobi pelonggaran utang proyek.

Kabarnya, China juga telah menyetujui restrukturisasi utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (Whoosh).

Dimana China memberikan perpanjangan pembayaran utang hingga 60 tahun dari sebelumnya jangka waktu cicilan hanya 45 tahun.

Danantara sendiri belum merinci perjanjian restrukturisasi yang telah disetujui China.

Meski demikian, Purbaya juga mengacungkan jempol kepada Danantara yang selama ini melobi China terkait restrukturisasi utang proyek kereta cepat tersebut.

Artinya, kata Purbaya, uang negara bisa aman dari keterlibatan utang proyek.

Bagus, saya tidak berangkat ya? Top, kata Purbaya dengan nada gembira menanggapi perkembangan tersebut di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Saat ditanya kenapa dirinya tidak diundang ke China bersama Danantara, Purbaya tak mempermasalahkan hal tersebut.

Menurutnya, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam proyek yang ditetapkan sebagai b2b sejak awal.

Purbaya pun menolak mendelegasikan bawahannya untuk ikut serta dalam perundingan. Sebab kata dia, proyek tersebut harus diselesaikan secara b2b.

“Saya tidak ikut sebanyak-banyaknya, biarkan saja mereka (Danantara) menyelesaikan business to business, menjadi top,” kata Purbaya.

Kalaupun Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan harus hadir dalam rapat perundingan, Purbaya menyatakan hal itu hanya sebatas menyaksikan kesepakatan yang telah diputuskan oleh para pihak.

“Paling-paling kalau sudah putus, baguslah top,” imbuhnya.

Penegasan ini sekaligus meredakan kekhawatiran masyarakat bahwa APBN yang merupakan uang rakyat akan terbebani oleh proyek-proyek bergengsi yang biaya pembangunannya akan semakin meningkat.



NewsRoom.id

Berita Terkait

Walmart Baru saja Melemparkan Tembakan AI Besar ke Haluan Amazon
JWST Menemukan Planet yang Seharusnya Tidak Ada – dan Hampir Seluruhnya Terbuat dari Karbon
Misteri Kosmik: FRB Tercerah yang Pernah Dilihat Tidak Terulang, Membingungkan Para Astronom
Resep Kuliner Rahasia Warisan Keluarga
Demo 'PT' Hideo Kojima Membantu Anak-anak Jepang Belajar Bahasa Inggris
Ilmuwan Kini Dapat “Melihat” Penuaan Melalui Mata Anda
Misteri 50 Tahun Terpecahkan? Ilmuwan Mengungkap Mengapa Penderita Skizofrenia “Mendengar Suara”
Amien Rais menyebut Prabowo dikelilingi orang-orang jahat, salah satunya Luhut yang merupakan penganut setia Jokowi

Berita Terkait

Senin, 27 Oktober 2025 - 07:02 WIB

Walmart Baru saja Melemparkan Tembakan AI Besar ke Haluan Amazon

Senin, 27 Oktober 2025 - 06:31 WIB

JWST Menemukan Planet yang Seharusnya Tidak Ada – dan Hampir Seluruhnya Terbuat dari Karbon

Senin, 27 Oktober 2025 - 06:00 WIB

Misteri Kosmik: FRB Tercerah yang Pernah Dilihat Tidak Terulang, Membingungkan Para Astronom

Senin, 27 Oktober 2025 - 05:28 WIB

Resep Kuliner Rahasia Warisan Keluarga

Senin, 27 Oktober 2025 - 04:57 WIB

Dia menandatangani atas nama negara

Senin, 27 Oktober 2025 - 02:53 WIB

Ilmuwan Kini Dapat “Melihat” Penuaan Melalui Mata Anda

Senin, 27 Oktober 2025 - 02:21 WIB

Misteri 50 Tahun Terpecahkan? Ilmuwan Mengungkap Mengapa Penderita Skizofrenia “Mendengar Suara”

Senin, 27 Oktober 2025 - 01:51 WIB

Amien Rais menyebut Prabowo dikelilingi orang-orang jahat, salah satunya Luhut yang merupakan penganut setia Jokowi

Berita Terbaru

Headline

Resep Kuliner Rahasia Warisan Keluarga

Senin, 27 Okt 2025 - 05:28 WIB

Headline

Dia menandatangani atas nama negara

Senin, 27 Okt 2025 - 04:57 WIB