KOTA ACEH – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Prof Mahfud MD kembali menyedot perhatian publik usai mengungkap dugaan praktik “titipkan titipan” di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), termasuk adanya kuota khusus dalam proses rekrutmen dan promosi. Mahfud mengatakan ada kebijakan internal yang memberikan porsi tertentu kepada pimpinan tertinggi Polri.
“Di Polri sendiri ada kebijakannya, misalnya ada kebijakan resmi yang saya dengar. Bahwa kalau ada penerimaan dalam jumlah tertentu, 30 persen itu hak prerogratif Kapolri,” kata Mahfud, Kamis (27/11/2025).
Dia menjelaskan, praktik tersebut tidak hanya terjadi saat promosi, tapi juga saat penerimaan pejabat baru.
Misalnya saja menerima perwira baru, 30 persennya adalah Kapolri, lanjutnya.
Meski demikian, Mahfud menegaskan dirinya tidak menuding Kapolri melakukan tindak pidana korupsi.
Dia mengatakan, tekanan politik menjadi faktor utama yang melahirkan praktik tersebut.
“Apakah Kapolri korup? Tidak juga. Karena dia punya relasi politik yang tidak bisa dipungkiri,” tegasnya.
Mahfud mengungkapkan, intervensi politik kerap mempengaruhi jalannya promosi di institusi kepolisian, termasuk titipan dari pihak tertentu.
“Misalnya kalau ada di DPR yang lolos. Iya kan? Mereka mau angkat, ledakan di DPR. Tapi nanti baik-baik saja lalu ambil alih kasusnya, titipkan ada yang jadikan saudaranya jadi Kapolri,” jelasnya.
Ia juga menyoroti nasib sejumlah anggota Polri yang seharusnya bisa naik pangkat, namun terkendala karena tak punya “jalur khusus”.
“Jadi ada kalanya ada yang mau naik tapi tidak bisa. Padahal sudah lama dan semua persyaratan sudah terpenuhi. Mereka juga tidak bisa sekolah,” ujarnya.
Saat ditanya apakah praktik penjatahan perlu dihapuskan, Mahfud menjawab tegas.
“Iya harus dihilangkan. Jadi semuanya harus meritokrasi. Masyarakat mau naik pangkat, kenapa? Ukurannya berapa?,” tegasnya.
Ia menegaskan, sistem promosi harus mengacu pada aturan yang obyektif.
“Ada aturannya misalnya. Misalnya saya belum tahu angka pastinya. Tapi kalau masyarakat mau mendapat bintang satu, minimal pengabdian Polri adalah 26 tahun di lapangan,” ujarnya.
Mahfud juga menyinggung fenomena promosi yang dinilai tidak masuk akal.
“Nah, kalau ada yang baru 22 tahun dan bekerja, naik jabatan di mana? Nah, metrokrasi itu tidak ada,” ujarnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa semua yang disampaikannya berdasarkan data.
“Dan yang saya bicarakan itu bukan fitnah. Buktinya nanti saya bawa rapat. Ini lho, belum waktunya. Ini lho, yang sudah dipecat itu balik lagi. Semua ada di sana,” kata kuncinya.
NewsRoom.id









