-Politisi PDIP Mohammad Guntur Romli menyinggung rekam jejak kasus hukum Ketua Harian Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ahmad Ali.
Termasuk penggeledahan rumah Ahmad Ali oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan penyitaan uang Rp3,4 miliar beserta tas dan jam tangan mewah.
Pernyataan Guntur itu menanggapi sindiran Ahmad Ali soal nenek yang masih menjabat Ketua Umum Parpol.
Diketahui, KPK menggeledah rumah pribadi Ahmad Ali pada 4 Februari 2025. Uang senilai miliaran, termasuk jam tangan dan tas, disita tim penyidik KPK saat melakukan penggeledahan di rumah eks politikus Partai Nasdem tersebut.
Barang bukti tersebut diduga terkait kasus penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari.
“Dengan situasi seperti itu, sangat mudah untuk membaca mengapa saat ini beliau adalah pembela Jokowi yang paling vokal. Ini bukan soal loyalitas tapi strategi bertahan, mencari ruang yang dirasa lebih aman secara politik,” kata Guntur kepada RMOL beberapa waktu lalu, Senin 24 November 2025.
Di sisi lain, lompatan Ahmad Ali dari Partai NasDem ke PSI, lanjut Guntur, justru semakin menunjukkan pola oportunisme. Setelah kalah di Pemilu 2024 dan kehilangan pengaruh di NasDem, ia langsung diberi posisi strategis sebagai Ketua Harian PSI.
“Masyarakat juga sedikit tertawa karena ini bukan lompatan ideologi. Ini lompatan oportunistik. Jadi ketika Ahmad Ali bilang, 'Sayangnya Pak Jokowi dihina, dimaki', publiklah yang tersenyum miris. Karena kalimat seperti itu hanya menunjukkan seberapa jauh dia siap memutarbalikkan logika dan merangkak kemana saja demi menyelamatkan citranya sendiri,” candanya.
Atas dasar itu, Guntur menilai sindiran Ahmad Ali membela Jokowi tak lebih dari ungkapan rasa takut.
Suara lantang Ahmad Ali bukanlah suara keberanian. Hanya gaung ketakutan yang ditutupi teriakan, dan ditujukan kepada siapapun yang dianggap mengganggu dukungan politik yang kini dibutuhkannya, pungkas Guntur.
NewsRoom.id









