– Pakar Hukum Tata Negara, Prof Denny Indrayana menyinggung soal dugaan ijazah Joko Widodo
Ia membandingkan sikap Jokowi dengan Hakim Konstitusi Arsul Sani yang diterpa tudingan ijazah palsu
Dimana, Arsul Sani langsung memberikan klarifikasi dengan menunjukkan sertifikat doktor yang diperolehnya dari Collegium Humanum Warsaw Management University.
Ia pun menunjukkannya saat lulus dari kampus
Sikap berbeda lainnya adalah Arsul Sani tidak melaporkan pihak yang menudingnya memiliki ijazah palsu.
“Kemarin di MK, Hakim Konstitusi Arsul Sani secara gamblang dan gamblang menjelaskan serta menunjukkan ijazah PhD aslinya. Arsul Sani juga menolak melaporkan penggugat ijazah PhD-nya ke polisi. Ibarat bumi dan langit dengan Saudara Jokowi yang terus berdalih tak mau menunjukkan ijazah aslinya, bahkan memilih mengkriminalisasi Roy Suryo dkk,” tulis Denny Indrayana dikutip Warta Kota dari akun X, Selasa (18/11/2025)
Di sisi lain, Denny Indrayana juga mengkritisi Universitas Gajah Mada (UGM) yang tidak bisa menunjukkan salinan ijazah asli Jokowi saat dipresentasikan di sidang Komisi Informasi Pusat (KIP) RI, Senin lalu.
Dalam persidangan, UGM dinilai tidak dapat memberikan salinan berkas yang diminta sehingga menimbulkan keraguan mengenai penguasaan dokumen tersebut.
Selain itu, KPU Surakarta juga menjadi sorotan karena merusak arsip pencalonan Jokowi yang dinilai berpotensi sengketa.
“Kemarin dalam sidang Komisi Informasi, UGM tidak bisa menunjukkan salinan asli ijazah Jokowi, apalagi ijazahnya. KPU Solo bahkan sudah memusnahkan dokumen pendaftaran termasuk salinan ijazah Jokowi, padahal berita acara pemusnahannya tidak bisa ditunjukkan. Keaslian ijazah Jokowi makin misterius,” kata Denny
Denny menilai persoalan ini berlarut-larut karena Jokowi dinilai enggan menunjukkan ijazah aslinya
Yang pasti terkait persoalan sertifikat ini, Hakim Konstitusi Arsul Sani sudah menunjukkan tingkat kenegarawanannya, sedangkan Jokowi semakin menunjukkan watak aslinya sebagai gadis perusak konstitusi dan demokrasi. Sedih sekali kita pernah memiliki Presiden yang bukan negarawan.”
Apalagi, mereka mendahulukan kepentingan pribadi dan keluarga di atas kepentingan bangsa dan negara. Dengan menempatkan nasib hampir 300 juta rakyat Indonesia di pundak putranya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang bermasalah secara etika dan intelektual,” dia menekankan.
NewsRoom.id









