KOTA ACEH – Uang hasil pemerasan terhadap Kepala UPT PUPR Dinas PKPP Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sebesar Rp 2,25 miliar digunakan Gubernur Abdul Wahid untuk perjalanan ke beberapa negara. Hal itu disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu, 5 November 2025.
“Ada keperluan ke luar negeri, ke Inggris ya kenapa harus poundsterling, karena salah satu kegiatannya jalan-jalan ke luar negeri, salah satunya ke Inggris, lalu ada juga rencana ke Brazil dan yang terakhir berencana ke Malaysia seperti itu,” kata Asep.
Meski demikian, ia mengaku akan menjajaki kegiatan di luar negeri, baik kegiatan dinas maupun non dinas.
“Kami sedang mendalami bahasa Inggris apakah itu kegiatan resmi atau non resmi,” pungkas Asep.
Dari hasil OTT yang berlangsung pada Senin, 3 November 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni Abdul Wahid (AW) selaku Gubernur Riau, M Arief Setiawan (MAS) selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Pemprov Riau, dan Dani M Nursalam (DAN) selaku Staf Ahli Gubernur Riau. Ketiganya langsung ditahan sejak Selasa 4 November 2025 di Rutan KPK.
Dalam kasus tersebut, KPK mendapat informasi bahwa pada Mei 2025 telah terjadi pertemuan di sebuah kafe di Kota Pekanbaru antara Ferry dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI Dinas PKPP PUPR untuk membahas kesanggupan memberikan fee yang akan diberikan kepada Abdul Wahid yakni 2,5 persen.
Biaya tersebut untuk penambahan anggaran tahun 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PKPP PUPR yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar atau naik Rp106 miliar.
Selanjutnya Ferry menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Arief. Namun Arief yang mewakili Abdul Wahid meminta bayaran sebesar 5 persen atau Rp 7 miliar.
Bagi yang tidak mematuhi perintah ini, akan diancam dicopot atau dimutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan sebutan kuota preman.
Kemudian, seluruh Kepala UPT beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau bertemu kembali dan menyepakati biaya untuk Abdul Wahid sebesar 5 persen atau Rp7 miliar. Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode “7 batang”.
Dari perjanjian tersebut, bagian iuran Abdul Wahid dibayarkan minimal 3 kali. Pada Juni 2025 terjadi penyetoran pertama, Ferry selaku penagih uang dari Kepala UPT berhasil mengumpulkan total Rp 1,6 miliar. Dari uang tersebut, atas perintah Arief selaku wakil Abdul Wahid, Ferry menyalurkan Rp1 miliar kepada Abdul Wahid melalui perantara yakni Dani. Kemudian Ferry juga memberikan Rp. 600 juta kepada kerabat Arief.
Selanjutnya pada Agustus 2025, atas perintah Dani selaku wakil Abdul Wahid melalui Arief, Ferry kembali mengumpulkan uang dari Kepala UPT dengan koleksi Rp 1,2 miliar. Berdasarkan perintah Arief, uang tersebut dibagikan kepada driver Arief sebesar Rp. 300 juta, usulan kegiatan perangkat daerah Rp. 375 juta, dan disimpan untuk Ferry sebesar Rp. 300 juta.
Kemudian pada November 2025, tugas penagihan dilakukan oleh Kepala UPT 3 dengan jumlah total Rp1,25 miliar, yang mana Rp450 juta ditransfer ke Abdul Wahid melalui Arief, dan diduga Rp800 juta diberikan langsung ke Abdul Wahid.
Dengan demikian, total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal Rp7 miliar. Khusus Abdul Wahid mendapat Rp 2,25 miliar.
NewsRoom.id









