-Direktur Eksekutif Anatomi Indonesia Riyanda Barmawi menyoroti maraknya perusahaan pertambangan di Maluku Utara yang ditengarai tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan.
“Ketika suatu perusahaan tidak mematuhi peraturan perundang-undangan, maka perusahaan tersebut dapat masuk dalam kategori ilegal. Sekalipun ada satu dokumen yang hilang, tidak dapat dijadikan dasar legalitas,” tegas Riyanda dalam diskusi publik di Rumah Kantor Pro Demokrasi, Jalan Veteran 1 Nomor 26, Jakarta, Jumat, 14 November 2025.
Lebih luas lagi, Riyanda juga menyinggung dampak kerusakan lingkungan di kawasan sekitar tambang. Sayangnya, masalah ini sepertinya terus berlanjut tanpa pengobatan yang memadai.
“Kerusakan ini tidak bisa dibiarkan terus berlanjut. Negara harus hadir menjaga lingkungan, terutama di kabupaten-kabupaten yang terdampak sektor ekstraktif,” ujarnya.
Salah satu persoalan yang menjadi perhatian serius adalah adanya pelabuhan milik PT STS yang disebut ilegal namun belum ditutup oleh satuan tugas pengendalian pertambangan (Satgas).
“Hal ini menimbulkan pertanyaan, siapa sebenarnya oknum besar di balik perusahaan ini sehingga negara tidak berani menutup pelabuhan tersebut. Berdasarkan data yang kami terima, izinnya sudah habis dan tidak bisa diperpanjang lagi,” kata Riyanda.
Oleh karena itu, dia mendesak aparat hukum dan satgas penindakan pertambangan mengambil sikap tegas mengusut kasus tersebut, termasuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan praktik ilegal di Maluku Utara.
“Kita harus mendukung kerja Satgas tanpa tebang pilih. Semua tambang yang bermasalah, ilegal, dan tidak memiliki izin atau PPKH harus segera ditindak atau dicabut izinnya,” tutupnya.
NewsRoom.id









