KOTA ACE – Pengusaha Semarang yang juga Ketua DPD Partai Hanura Jawa Tengah, Bambang Raya Saputra, divonis delapan bulan penjara atas kasus layanan prostitusi di Mansion Karaoke Semarang. Vonis tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta hakim memvonisnya 12 bulan atau 1 tahun penjara.
Putusan tersebut dibacakan majelis hakim pada sidang putusan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (12/11/2025).
Selain hukuman penjara, Bambang Raya juga divonis denda Rp250 juta subsider 1 bulan kurungan.
“Dalam persidangan, terdakwa Bambang Raya Saputra terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pornografi dengan menjatuhkan hukuman tersebut.”
“Ditentukan bahwa jangka waktu penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari tindak pidana yang dilakukan,” kata Ketua Hakim Sudar saat membacakan putusan.
Saat sidang pembacaan putusan, Bambang Raya tampak tenang.
Pria berusia 73 tahun itu duduk di kursi rumah sakit dengan berpenampilan rapi, mengenakan batik berwarna coklat, celana panjang hitam, dan sepatu pantofel hitam mengkilat.
Sidang yang terbuka untuk umum ini dihadiri oleh orang-orang terdekat Bambang Raya, termasuk istri dan anak-anaknya.
Bambang seharusnya menjalani sidang putusan pada Senin (11/10/2025).
Namun sidang ditunda karena Bambang mengaku sakit.
Bambang Raya menghadiri persidangan tanpa berbaur dengan narapidana lain yang diangkut dengan bus penjara.
Ia datang ke PN Semarang dengan didampingi mobil khusus kejaksaan.
pertimbangan Hakim
Dalam persidangan, hakim menjelaskan pertimbangannya atas putusannya terkait kasus pornografi di Mansion KTV and Bar Semarang.
Mereka menilai Bambang Raya Saputra terbukti secara sah dan meyakinkan mengetahui dan menyetujui keberadaan layanan tersebut.
Hal itu berdasarkan keterangan saksi, kurang lebih 21 orang di antaranya merupakan pegawai Mansion, saksi ahli lebih dari tiga orang, keterangan terdakwa, dan dakwaan jaksa.
Menurut hakim, terdakwa Bambang Raya menguasai operasional Mansion KTV and Bar melalui PT Panca Setia Alam Raya.
Terdakwa di perusahaan tersebut tercatat sebagai Komisaris dengan saham senilai Rp 204 juta.
Ada pula saksi bernama Joko Adi Pramono selaku direktur PT yang memiliki saham senilai Rp 196 juta.
Belakangan terungkap di pengadilan, Joko mengaku hanya meminjam KTP tanpa terlibat sebagai direktur sejak PT didirikan.
Artinya operasional PT sepenuhnya dijalankan oleh Bambang Raya sendiri.
Sebagai satu-satunya operator perusahaan, Bambang Raya memanggil beberapa saksi dan terdakwa dalam kasus ini, yakni Yani Edwin alias Jogres, dan sejumlah saksi lainnya, termasuk inisial HP, pada Desember 2024.
Bambang melakukan pemanggilan pengganti pengelola karaoke yang sebelumnya dijabat oleh seorang perempuan berinisial CS.
Dia meminta Jogres meramaikan karaoke atau menambah jumlah pengunjung.
Jogres kemudian menawarkan kepada Bambang Raya konsep one stop entertainment berupa para tamu yang lelah sepulang kerja bisa keluar dari karaoke dengan segar melalui layanan prostitusi.
Bambang Raya kemudian menyetujui namun melarang kegiatan narkoba.
Saksi dan terdakwa Edwin alias Jogres langsung merealisasikan program tersebut dengan membuat empat paket layanan prostitusi berupa layanan mashed potato, Herradura nomor 1 hingga nomor 3.
Rinciannya, paket mashed potato terdiri dari pemesanan karaoke dan layanan lady company (LC) yang menampilkan bugil dancing selama 30 menit tanpa bra, hanya mengenakan celana dalam, tarifnya Rp 300 ribu plus voucher satu kursi per kursi Rp 570 ribu.
Paket Herradura 1, pemesanan layanan karaoke dan LC yang menampilkan tarian bugil tanpa bra, hanya mengenakan celana dalam selama 30 menit, ditambah aktivitas seksual di toilet maksimal 1 jam, biayanya Rp 1 juta, ditambah voucher kursi per kursi Rp 570 ribu.
Paket Herradura 2, pesan layanan karaoke dan LC, menampilkan tarian bugil tanpa bra, hanya mengenakan celana dalam selama 30 menit, ditambah aktivitas seksual di hotel maksimal 1 jam, tarifnya Rp 1 juta plus voucher dua kursi seharga Rp 570 ribu per kursi.
Paket Herradura 3, pemesanan layanan karaoke dan LC yang menampilkan tarian telanjang tanpa bra, hanya mengenakan pakaian dalam selama 30 menit, ditambah aktivitas seksual di hotel maksimal 6 jam, tarifnya Rp 1 juta ditambah voucher tiga kursi seharga Rp 570 ribu per kursi.
Dengan demikian, perbuatan menampilkan ketelanjangan itu terbukti, jelas hakim.
Hakim menyatakan, pengambilalihan kepengurusan tersebut dibarengi dengan perbuatan terdakwa membuat rekening bank BCA baru atas nama terdakwa Bambang Raya Saputra pada Kamis, 16 Januari 2025.
Kemudian, pada pertengahan Januari 2025, hasil transaksi layanan prostitusi tersebut akan masuk ke rekening yang terhubung dengan mesin Electronic Data Capture (EDC) atau mesin pembayaran nontunai di meja kasir Mansion.
Lanjut hakim, terdakwa Bambang Raya Saputra berperan sebagai pemilik Mansion KTV and Bar di bawah bendera PT Panca Setia Alam Raya yang menyediakan tempat, sarana dan prasarana, serta perizinan.
Dengan demikian, peran terdakwa adalah menyediakan, mengatur, mengelola, menerima pembayaran atas segala jenis jasa pornografi yang dilakukan oleh orang perseorangan atau korporasi atau penunjukan langsung, jelasnya.
Dalam putusannya, hakim mengabulkan tuntutan JPU dan menyatakan terdakwa Bambang Raya Saputra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan bersama-sama menyediakan jasa pornografi yang menampilkan ketelanjangan secara eksplisit atau menampilkan ketelanjangan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 30 juncto Pasal 4 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut Hakim Sudar, putusan terhadap terdakwa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan berupa tidak telitinya Bambang Raya dalam mengawasi tempat usahanya, Manson KTV and Bar, sehingga melanggar kesusilaan.
Sebaliknya, pertimbangan yang meringankan dalam putusan tersebut adalah Bambang Raya tidak pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan, dan terdakwa berusia 73 tahun.
“Dan, terdakwa mempunyai tanggung jawab keluarga,” ujarnya.
Pikirkan tentang hal ini
Usai mendengar putusan, Bambang Raya Saputra menyatakan sudah memikirkannya selama tujuh hari sesuai tenggat waktu hakim.
Begitu pula jaksa yang diwakili Sulistiyadi.
Kuasa hukum Bambang Raya Saputra, Serfasius Serbaya Manek mengaku tidak puas dengan putusan hakim.
Sebab, hakim mengabaikan fakta yang terungkap selama proses persidangan.
“(Hakim) lebih mempertimbangkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan Polisi).”
“Namun, kami mematuhi keputusan tersebut,” ujarnya.
Diakuinya, ada unsur pidana dalam kasus ini, namun perjalanan sampai ke terdakwa Bambang Raya Saputra masih jauh.
“(Persidangan) tidak mempertimbangkan keinginan moral dia (terdakwa) yang ingin menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.”
“Kalau karaoke tutup, konsekuensinya banyak yang menganggur, pajak daerah stagnan, siapa yang rugi?”
Artinya, ketika masyarakat mempunyai niat untuk menciptakan lapangan kerja, maka penegakan hukum harus melihat aspek sosiologis dan ekonomi, ujarnya.
NewsRoom.id









