KOTA ACEH – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menanggapi polemik yang melibatkan sosok Muhammad Elham Yahya Luqman atau dikenal Gus Elham Yahya, seorang pendakwah di Kediri, Jawa Timur, yang viral usai mencium seorang gadis dari pipi hingga bibir. Ketua Tanfidziyah PBNU Ahmad Fahrur Rozi menilai tindakan Gus Elham Yahya mencerminkan kurangnya pemahaman terhadap ajaran agama yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang khatib.
Tidak semua Gus pintar, orang kadang salah paham. Tidak semua Gus otomatis pintar seperti bapaknya. Jadi kadang kita menyayangkan orang yang dibesarkan di media sosial, kata pria yang akrab disapa Gus Fahrur itu mengutip siaran YouTube TV One, Kamis (13/11/2025).
Menurutnya, fenomena dakwah menjadi terkenal lewat media sosial kini menjadi tantangan tersendiri bagi dunia dakwah.
Banyak di antara mereka yang lebih dikenal karena gaya bicara dan humornya, bukan karena kedalaman ilmu agamanya.
“Melalui media sosial, banyak orang yang tertarik karena gaya bicaranya, betapa lucunya mereka, bukan karena materi atau ilmunya. Dan itu yang menjadi tantangan kami dalam berdakwah,” lanjutnya.
Gus Fahrur menjelaskan, PBNU sebenarnya sudah menjalin kerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait standarisasi khatib.
Hal ini agar dakwah lebih terarah dan beretika.
Namun, diakuinya peraturan tersebut belum mampu menjangkau seluruh pendakwah di Indonesia.
“Pemerintah belum memberikan standar sertifikasi wajib,” ujarnya.
Gus Fahrur juga menambahkan, dalam hal ini penting bagi para khatib untuk memahami secara utuh konteks ajaran agama, termasuk anjuran Nabi Muhammad SAW untuk mencium anak.
Menurut dia, rekomendasi tersebut memiliki konteks dan batasan yang jelas.
“Memang ada anjuran Nabi untuk mencium anak. Saya kira ini penting agar masyarakat cukup membaca Al-Quran mengetahuinya.
Ia menegaskan, ilmu agama yang mendalam sangat penting bagi seorang khatib agar tidak salah menafsirkan ajaran Nabi.
Jadi dia harus benar-benar menguasai apa yang akan dia lakukan, agar tidak salah mengartikan sesuatu yang mungkin dianggap benar, kata Gus Fahrur.
NewsRoom.id









