KOTA ACEH – Universitas Syiah Kuala (USK) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Penyelesaian Penambangan Ilegal di Provinsi Aceh dengan tema “Menyelamatkan Warisan Alam Aceh: Kolaborasi Global dan Lokal untuk Menghentikan Penambangan Ilegal dan Pembangunan Berkelanjutan” di ruang VIP AAC Dayan Dawood, Banda Aceh, 24 November 2025.
Wakil Rektor Bidang Akademik USK, Prof Agussabti, mengatakan kegiatan ini menjadi ruang kolaborasi penting antara akademisi dan praktisi, untuk merumuskan solusi nyata mengatasi permasalahan penambangan liar yang berdampak sosial dan ekologi di Aceh. “Ini merupakan bentuk kepedulian kita bersama terhadap maraknya penambangan ilegal. Secara teori mungkin terlihat sederhana, namun dalam praktiknya sangat kompleks. Oleh karena itu, kami duduk bersama untuk memberikan rekomendasi ilmiah dan langkah nyata bagi pemerintah Aceh,” ujarnya.
Ia juga mengapresiasi komitmen Pemerintah Aceh untuk menghentikan segala aktivitas penambangan liar, termasuk penarikan alat berat dari kawasan hutan. Menurutnya, FGD ini merupakan momentum akademis untuk menyumbangkan pemikiran menuju arah pembangunan berkelanjutan di Aceh.
“Kontribusi akademis ini menjadi bagian penting dalam pembangunan Aceh berkelanjutan. Dari FGD ini kami berharap akan muncul rekomendasi-rekomendasi yang dapat diterapkan untuk menjamin pembangunan Aceh dan kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Aceh menyampaikan, Pemerintah Aceh mengapresiasi terselenggaranya FGD ini sebagai forum ilmiah yang mempertemukan para pengambil kebijakan, industri, akademisi, dan masyarakat untuk menyatukan cara pandang dalam penanganan penambangan liar.
Pemerintah Aceh menekankan keseriusannya dalam menghentikan aktivitas penambangan liar yang menyebabkan kerusakan hutan, pencemaran sungai, dan risiko bencana ekologi.
“Pemerintah menginstruksikan penarikan seluruh alat berat dari kawasan hutan sebagai langkah tegas penyelamatan lingkungan hidup,” demikian pidato tersebut.
Lebih lanjut, Pemerintah Aceh menekankan bahwa kolaborasi akademis melalui penelitian, data ilmiah, dan rekomendasi kebijakan merupakan landasan penting bagi lahirnya tata kelola pertambangan yang adil, transparan, dan berkelanjutan di Aceh.
“Kami berharap forum ini menghasilkan langkah-langkah strategis yang dapat diterapkan untuk menata kembali sektor pertambangan dan memastikan Aceh tidak lagi memberikan ruang bagi praktik eksploitasi yang merusak,” ujarnya.
FGD ini menghadirkan sejumlah narasumber antara lain akademisi USK, diaspora global Aceh, perwakilan lembaga pertambangan nasional, serta tokoh masyarakat. Para pembicara membahas berbagai dimensi permasalahan pertambangan ilegal mulai dari aspek sosial, ekonomi, hukum, keamanan, hingga strategi reformasi tata kelola pertambangan melalui pendekatan hilir, peningkatan nilai tambah mineral dan batubara, serta komitmen kelestarian lingkungan.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh perwakilan Pangdam dan Polda Aceh, dekan USK, Sekretaris MWA, Sekretaris Senat, lembaga swadaya masyarakat di bidang pertambangan, serta aktivis lingkungan hidup. Forum ini merupakan ruang dialog terbuka bagi seluruh pemangku kepentingan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan.
Beberapa gagasan yang muncul antara lain perlunya sistem pemantauan terpadu antar lembaga, penguatan penegakan hukum terhadap jaringan penambangan liar, pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku konservasi, serta perumusan kebijakan pertambangan Aceh berdasarkan data, penelitian dan keadilan ekologi. ()
NewsRoom.id









