KOTA ACE – Kisah Mantan Gubernur DKI Jakarta dan Mantan Calon Presiden Anies Baswedan di tenda pengungsian anak-anak korban banjir Aceh Tamiang, Selasa malam (9/12/2025). Kehadirannya mengundang gelak tawa dan pesan jujur, sekaligus mengantarkan bantuan logistik ke desa-desa yang terkena dampak paling parah. Di Dusun Landuh, Kabupaten Aceh Tamiang, duka mendalam dirasakan anak-anak.
Mereka kehilangan keceriaan masa kecil, wajah lelah muncul setelah berhari-hari tinggal di tenda seadanya. Perlahan, senyuman mulai muncul kembali saat para relawan hadir sekadar untuk menghibur.
Tenda berwarna jingga tua hanya diterangi senter.
Di tengah kepenatan tersebut, Anies Baswedan yang akrab disapa Abah duduk dikelilingi anak-anak sambil bercerita.
Ia bercerita tentang seorang anak bernama Badu yang suka berbohong hingga ia benar-benar digigit buaya.
Pesan moral disampaikan melalui interaksi langsung.
“Apa hikmahnya di sini? Apa yang tidak bisa dilakukan? Bohong,” kata Anies disambut respons serentak anak-anak: “Harus jujur.”
Tawa dan celotehan pun pecah saat Anies mendalami kisah tersebut dengan aksi demonstrasi.
Anak-anak tampak fokus, sesekali bersorak, seolah sejenak melupakan kesedihan yang dialaminya.
Mengenakan rompi biru bertuliskan weAreHumanies dan syal bermotif hitam putih, Anies tampil serius namun hangat.
Di belakangnya, pakaian dan tas digantung di kayu penyangga tenda, menunjukkan kesederhanaan hidup pengungsi.
Malam itu, tenda pengungsian yang suram berubah menjadi ruangan penuh tawa dan pesan kejujuran.
Baca juga: Mendagri Minta Kepala Daerah Tak Korup Dana Bencana: Mohon Sanksinya di Akhirat
Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, meninggalkan luka mendalam bagi warga.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tamiang mencatat 58 orang meninggal dunia, 23 orang hilang, dan lebih dari 262.000 orang mengungsi di 12 kecamatan.
Sementara itu, laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bencana di Sumatera secara keseluruhan menyebabkan 961 orang meninggal, 293 orang hilang, dan 5.000 orang luka-luka.
Mengunjungi dan Memberikan Bantuan di Desa-Desa yang Paling Sulit
Selain bercerita, Anies juga mengunjungi salah satu desa yang paling parah terkena dampak banjir di Aceh Tamiang. Kedatangannya untuk mengantarkan bantuan logistik sekaligus memberikan semangat kepada masyarakat.
Kunjungan tersebut tak banyak diketahui masyarakat, hanya beredar melalui akun TikTok “Apa Aja” yang diunggah 16 jam sebelum Selasa (9/12/2025) pukul 11.30 WIB.
Di kampung tersebut, Anies terlihat berada di sebuah pesantren yang masih berdiri kokoh meski banyak rumah yang hancur terendam air dan batang kayu berukuran besar akibat pembalakan liar dari pegunungan. Di sekitar pesantren, terdapat masjid yang masih berdiri.
Saat berbincang dengan seorang ustadz, Anies menyebut banjir di Aceh Tamiang sebagai bencana. Ia menilai pesantren merupakan benteng yang melindungi rumah-rumah masyarakat agar tidak tertimpa potongan kayu berukuran besar.
Tadi Anda bilang kayu ini ada akarnya ya, artinya kayu ini langsung dari hutan, ada juga yang sudah dipotong-potong, kata Anies.
Ia menambahkan, “Insya Allah dalam suasana seperti ini sulit untuk berbicara hikmah. Tapi kami yakin hikmah itu ada.”
Anies juga mengingatkan, pada tahun 2005 tempat itu pernah ditimbun, namun ia yakin suatu saat pesantren tersebut akan menjadi besar.
“Ini sebenarnya catatan dan sejarah bahwa daerah ini pernah dilanda gempa, dilanda suasana seperti sekarang ini, dan terus bangkit. Pondok pesantren ini semakin tua dan kokoh. Biarlah masjid ini menjadi simbol. Apa nama masjidnya?” dia bertanya.
Ustadz menjawab, “Masjid Assunnah, Pondok Pesantren Darul Mukhlisin.”
Namun, kondisi pengungsi masih penuh tantangan. Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Langsa, Putra Zulfirman mengabarkan, banyak pengungsi yang mulai sakit.
“Warga pengungsi banyak yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut, batuk, demam, penyakit kulit, dan gatal-gatal. Anak-anak juga mulai mengalami gangguan pencernaan karena kondisi lingkungan yang tidak higienis,” ujarnya.
Seorang warga pengungsi menambahkan, “Kami sudah seminggu berada di tenda, anak-anak sering batuk dan demam. Air bersih sangat terbatas.”
Di tengah kondisi tersebut, cerita sederhana dan kunjungan ke desa-desa terdampak paling parah memberikan hiburan sekaligus pengingat bahwa kejujuran dan semangat positif adalah nilai-nilai yang harus dijaga, bahkan di masa tersulit sekalipun.
Dibalik kegaduhan tenda dan kokohnya masjid pengungsi, pesan jujur dan semangat bangkit menjadi secercah cahaya kecil bagi Aceh Tamiang.
NewsRoom.id









