– Sumut sedang diguncang besar-besaran setelah muncul fakta mengejutkan.
Anggaran penanggulangan bencana ternyata dipangkas drastis di era Bobby Nasution.
Temuan ini sontak membuat heboh masyarakat, apalagi setelah bencana banjir dan tanah longsor di penghujung tahun 2025 berdampak pada puluhan wilayah dengan kerugian mencapai Rp 9,98 triliun.
Laporan Badan Pengkajian Anggaran FITRA Sumut mengungkap Belanja Tak Terduga (BTT) dikutip bylah.com
Anggaran yang menjadi tulang punggung penanganan darurat mengalami penurunan paling drastis dalam lima tahun terakhir.
Data sebelum era Bobby, BTT berkisar Rp 843,1 miliar.
Pada APBD Perubahan 2025, angkanya turun menjadi Rp98,3 miliar. lalu di APBD 2026 dipotong lagi menjadi hanya Rp 70 miliar.
Angka tersebut hanya 0,8 persen dari total belanja daerah sebesar Rp 12,5 triliun.
Para pengamat menyebut pemotongan ini sebagai langkah yang “tidak seimbang dengan risiko bencana di Sumatera Utara”.
Risiko Meningkat, Anggaran Menyusut
Padahal, sejak September 2025, BMKG sudah mengeluarkan peringatan dini terkait hujan ekstrem yang diperkirakan akan melanda Sumut.
BNPB juga telah menetapkan beberapa kabupaten dalam status waspada banjir dan longsor.
Alih-alih memperkuat mitigasi, pemerintah provinsi justru memangkas pos-pos anggaran yang paling dibutuhkan ketika risiko meningkat.
Keputusan tersebut kini dianggap sebagai salah satu penyebab lemahnya respons pemerintah ketika bencana benar-benar terjadi.
Bencana datang, warga kewalahan
Saat hujan ekstrem melanda, sungai-sungai besar di Sumut meluap dan merendam ribuan rumah. Longsor memutus akses jalan di berbagai wilayah.
Kerugian diperkirakan hampir Rp 10 triliun, meliputi kerusakan infrastruktur, fasilitas kesehatan, sekolah, serta lahan pertanian dan perkebunan.
Tak hanya itu, puluhan warga dilaporkan tewas atau hilang, ribuan orang mengungsi, dan lebih dari 1,5 juta orang terkena dampak langsung.
Banyak warga yang mengeluhkan lambatnya respons pemerintah.
Sejumlah daerah mengaku belum segera menerima tenda, logistik, perahu karet, atau alat berat untuk membuka jalur yang terhalang longsor.
Kondisi darurat ini memicu perdebatan besar mengenai kesiapan Sumut menghadapi bencana.
Masyarakat Marah: “Kenapa Anggaran Mitigasi Dipotong?”
Kemarahan masyarakat semakin memuncak ketika mengetahui beberapa proyek infrastruktur justru mendapat porsi anggaran lebih besar pada periode yang sama.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar.
Mengapa posko mitigasi bencana yang menyangkut keselamatan warga paling berkurang drastis?
Sejumlah pihak mengatakan pemotongan tersebut mencerminkan “prioritas anggaran yang salah”.
Bahkan anggota DPRD Sumut menegaskan, Pemprov perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyusunan anggaran 2025-2026.
Pengamat: “Pemotongan Ini Adalah Bom Waktu”
Pengamat kebijakan fiskal memandang keputusan tersebut sebagai “bom waktu yang akhirnya meledak.”
Menurut mereka, Sumut merupakan daerah rawan bencana yang seharusnya memperkuat kesiapsiagaan, bukan menguranginya.
Mereka menegaskan, penentuan anggaran bencana harus berdasarkan data risiko, bukan sekedar keputusan politik.
Apalagi saat cuaca ekstrem dan potensi bencana meningkat tajam.
Ketika Anggaran Dipotong, Warga Menjadi Korban
Dari rangkaian fakta yang muncul, gambaran besarnya jelas bahwa pemotongan anggaran bencana membawa dampak yang sangat serius.
Kurangnya kesiapsiagaan dan lambatnya respons merupakan konsekuensi yang harus dibayar mahal oleh masyarakat Sumatera Utara.
Kegaduhan dan kemarahan masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat menuntut transparansi dan prioritas anggaran yang benar.
Bencana tidak bisa dicegah, namun dampak buruknya bisa diminimalisir asalkan pemerintah menempatkan keselamatan warganya sebagai prioritas utama. ***
NewsRoom.id









