– Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai NasDem, Berkat Kurniawan Laoli, tegas menyatakan Pulau Nias terancam mengambil sikap politik ekstrem, termasuk meninggalkan Provinsi Sumut, jika pemerintah pusat tidak segera menetapkan status bencana nasional atas rangkaian bencana yang melanda Sumut sejak akhir November 2025.
Laoli menilai kondisi pascabencana di Nias berada pada titik kritis dan sudah tidak mampu lagi ditangani oleh Pemprov Sumut, baik dari segi anggaran maupun kapasitas penanganan.
“Kondisi Nias sudah darurat. Kalau pemerintah pusat terus lamban dan tidak segera ditetapkan status bencana nasional, maka kami akan mendorong Nias memisahkan diri dari Provinsi Sumut, bahkan dari Indonesia,” kata Laoly kepada Waspada.id, Minggu (14/12).
Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan sikap Laoli terkait video pernyataannya yang beredar luas di media sosial berisi ancaman politik sebagai bentuk tekanan agar pemerintah pusat segera bertindak.
Laoli mengungkapkan, bencana banjir dan banjir bandang yang terjadi pada akhir November 2025 berdampak luas di 18 kabupaten/kota di Sumut, termasuk seluruh wilayah Pulau Nias. Kerusakan meliputi infrastruktur jalan, jembatan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan kawasan pemukiman.
Namun hingga pertengahan Desember 2025, penanganan masih didominasi oleh penyaluran bantuan darurat, bukan rekonstruksi menyeluruh.
“Seharusnya kita sudah memasuki tahap rekonstruksi sekarang. Namun yang terjadi adalah masyarakat masih bergantung pada bantuan. Ini menandakan negara belum hadir secara maksimal,” kata Laoli.
Ia menegaskan keterbatasan anggaran Pemprov menjadi kendala utama. Dana yang tersedia dinilai tidak sepadan dengan skala kerusakan dan luas wilayah yang terkena dampak.
Laoli juga menyoroti buruknya sistem distribusi logistik ke Pulau Nias. Saat ini pengiriman logistik harus melalui jalur Medan-Padang terlebih dahulu, baru dilanjutkan ke Nias melalui jalur laut.
“Barang hanya bisa dikirim ke Nias sekitar seminggu sekali. Akibatnya pasokan terbatas dan harga kebutuhan pokok naik drastis,” ujarnya.
Kondisi ini, menurut Laoli, menjadi bukti bahwa penanganan bencana berskala besar seperti ini tidak hanya bisa ditanggung oleh pemerintah daerah saja, melainkan harus diambil alih oleh pemerintah pusat melalui penetapan status bencana nasional.
Sorot Anggaran BTT
Sebelumnya, seruan serupa juga disuarakan Aliansi Masyarakat Persatuan Peduli Bencana Sumut dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Jumat (12/12).
Koordinator aksi yang juga Ketua Umum Horas Bangso Batak (HBB), Lamsiang Sitompul, SH, MH menyatakan, penanganan banjir belum maksimal karena keterbatasan dana.
Ia menyebutkan data Bantuan Tidak Terduga (BTT) Pemprov yang sebelumnya disebutkan mencapai Rp 843 miliar, kini tersisa sekitar Rp 123 miliar.
“Sisa Rp 843 miliarnya ke mana? Ini harus diusut. Di sisi lain, pemerintah daerah jelas sudah tidak punya anggaran yang memadai,” tegas Lamsiang.
Ia pun mendesak DPRD Sumut meminta secara resmi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk segera menetapkan status bencana nasional di Sumut.
“Sudah ribuan korban meninggal dan masih ada yang hilang. Tapi belum ada sikap tegas dari pemerintah pusat. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujarnya didampingi Koordinator Lapangan, Johan Merdeka.
Laoli kembali menegaskan, ancaman pemekaran wilayah bukanlah tujuan utama, melainkan peringatan keras agar pemerintah pusat bertindak cepat, terkoordinasi, dan komprehensif.
“Jika negara terus mengabaikannya, maka jangan salahkan masyarakat Nias jika mengambil sikap politik yang lebih keras,” tutupnya.
NewsRoom.id









