NewsRoom.id – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan Partai Garuda terkait aturan batasan minimal calon kepala daerah (cakada).
Melalui putusan Nomor 23 P/HUM/2024 tanggal 29 Mei 2024, MA mengubah aturan penghitungan usia kepala daerah dari yang semula tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
KPU diberi amanah untuk mengubah Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU, dari semula mewajibkan calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) berusia minimal 30 tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan. tekad. pasangan calon sampai setelah pelantikan calon terpilih.
Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU semula berbunyi: “Usia minimal 30 (tiga puluh) tahun bagi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun bagi Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Walikota dan Wakil Walikota. dimulai dari penetapan Pasangan Calon.”
Setelah adanya putusan MA, usia kepala daerah dihitung pada saat calon diangkat menjadi kepala daerah definitif.
Keputusan ini kemudian mendapat komentar dari sejumlah pihak, antara lain:
1.NasDem
Terkait keputusan tersebut, Ketua DPP Partai NasDem Sugeng Suparwoto mengatakan, tidak boleh ada seorang pun yang mengelak dari aturan untuk menjadi pemimpin.
Hal itu disampaikan Sugeng kepada awak media saat ditemui di Menara NasDem, Jakarta, Kamis (30/5/2024).
“Menurut kami, tidak perlu semua orang mengakali aturan hanya agar Badu Sutonoyo Dadapwaru bisa mencalonkan,” ujarnya.
Dia mengatakan, keputusan perubahan aturan agar siapapun bisa mengikuti pemilu sudah cukup terjadi pada Pilpres 2024.
“Kemarin sudah cukup (saat Pilpres). Cukup, biayanya sangat mahal dan dampak psikologis serta sosialnya tinggi. “Tapi kita harus terima, itu pernyataan untuk ke depan, akan kita tingkatkan,” jelasnya.
2. PDIP
Sementara itu, PDI Perjuangan (PDIP) menegaskan siap menghadapi Pilkada 2024 meski MA mengubah aturan batasan usia kepala daerah.
Aturan apa pun akan kami ikuti, kami siap mengikuti aturan apa pun dalam pilkada, kata Sekretaris Tim Pemenangan Pilkada PDIP Aria Bima kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
Aria Bima memandang positif peraturan ini karena dapat memberikan ruang yang luas bagi masyarakat untuk memperoleh hak memilih dan memilih.
Meski begitu, dia ingin mengetahui lebih jauh landasan filosofis dan alasan keputusan MA mengubah aturan tersebut.
“Jadi keinginan kami adalah memberikan konstitusi atau aturan dalam proses demokrasi kami, kami memberikan ruang bagi masyarakat untuk mendapatkan persamaan hak dalam memilih dan memilih,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, keputusan ini juga bisa menjadi masukan bagi DPR jika ingin merevisi UU Pilkada
“Kami merasa DPR ini memandang UU Pilkada belum sempurna,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI ini.
3. Ahli
Dasar Mahkamah Agung dalam mengabulkan gugatan terkait aturan batas usia kepala daerah dinilai terlalu dangkal.
“Saya sudah membaca detail putusannya sampai saya menuliskan semua nomor halamannya, kita lihat pertimbangan hakim sangat-sangat dangkal,” kata pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, dalam program Kompas Petang yang ditayangkan di YouTube. Kompas TV, Kamis.
Ia kemudian menjelaskan kedangkalan hakim MA dalam mengabulkan gugatan tersebut.
Pertama, kata Bivitri, MA tidak boleh bersandar pada UUD 1945 dalam melakukan perubahan undang-undang.
Sebab, Mahkamah Agung menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan tidak bertentangan dengan UUD 1945, jelasnya.
Kedua, ia menyinggung asal muasal atau penafsiran hakim MA terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Tafsir tekstual tersebut, kata Bivitri, terkait dengan perubahan aturan usia kepala daerah untuk mengakomodir peluang generasi muda mencalonkan diri dalam pilkada.
Padahal, lanjutnya, Mahkamah Agung tidak pernah menjelaskan hal tersebut kepada publik.
Jadi ada kesimpulan yang terburu-buru (dari hakim MA), ujarnya.
Bivitri juga menilai masyarakat bisa saja menduga ada maksud lain terkait dikabulkannya gugatan MA.
Jadi dari kedangkalan penalaran hukumnya, kita sudah bisa menduga ada yang bisa kita gali dari putusan seperti itu, kata Bivitri.
NewsRoom.id